Namun mimpi ketiga berbeda. Bila mimpi pertama dan kedua menghadirkan gambar yang begitu gamblang, mimpi ketiga ini hanya berupa kilasan gambar berbagai peristiwa yang kabur. Aku merasa bahwa mimpi itu telah memperkenankanku untuk mengintip garis takdirku sendiri. Inikah pemberian yang sesungguhnya? Sebuah aksi balas budi dari seseorang yang pernah kutolong?
Rasanya, aku masih mencatat peristiwa yang terjadi tiga bulan silam itu. Kuhabiskan sarapan dengan cepat, lalu bergegas kembali ke kamar. Perlahan, kubuka laci meja belajar dan kuambil buku harian yang tersimpan di sana.
***
17 September 2003
Projek tugas lapangan fakultasku sudah berakhir. Kami ditempatkan di desa Mekarwangi selama dua bulan. Benar-benar pengalaman yang tak terlupakan.Â
Tapi ada satu kejadian yang aneh sekali.
Suatu hari karena hujan deras, kami terpaksa menunda pengerjaan tanggul desa. Saat hendak kembali ke balai desa tempat basecamp kami, di tengah jalan, aku bertemu seorang anak laki buta. Dia tampak tersesat dan memintaku untuk menunjukkan kepadanya jalan pulang. Sita, temanku, takut karena jalan rumah yang ditunjuknya cukup jauh dari balai desa. Tapi, aku nggak tega. Nggak sampai hati meninggalkannya.Â
Aku turuti saja panduan lokasi yang diberi anak buta itu. Dengan daun pisang lebar yang memayungi kami dari hujan, aku menuntunnya. Jaraknya cukup jauh. Aku sebenarnya sudah hampir putus asa dan takut ikut nyasar. Sama sekali tak ada sinyal di sana. Tapi baru ketika aku hendak menyerah dan ingin meniti jalan kembali---mungkin aku akan bawa saja dia ikut ke balai desa--anak itu memegangi tanganku kuat. Waktu menatap ke depan, kulihat ada seorang pria dewasa dengan ikat kepala hitam dan pakaian hitam berdiri tepat di depan bukaan jalan kecil. Tampak menunggu entah apa. Di sisi kanan kiri jalan itu ada dua pohon besar yang dahannya saling bertautan.Â
Tak jauh dari bukaan jalan tampak sebuah rumah gubuk. Saat anak di sebelahku menghampiri pemuda berpakaian hitam itu, baru kutahu mungkin anak itulah yang dia tunggu.
Pemuda misterius itu mengucapkan banyak terima kasih kepadaku sebelum aku bertolak pergi.Â
Aku lega sekali. Ketika hendak berjalan kembali, baru kusadari bahwa hujan telah reda. Langit kembali cerah. Kusingkirkan daun pisang yang sedari tadi menaungi kepalaku.