Mohon tunggu...
Nuraeny Hamid
Nuraeny Hamid Mohon Tunggu... Apoteker - Nuwi

Pharmacist, pengajar dan Ibu dari satu putra. Jatuh cinta dengan dunia literasi untuk terus bisa memanfaatkan diri tanpa batas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

I'M ON THE WAITING LIST

8 Mei 2022   19:38 Diperbarui: 8 Mei 2022   19:46 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengangguk, tak lama aku mendengar Perawat berbicara kepada pasien lain. 'Oh, sepertinya aku masuk ruangan intensive.' Bagiku, di ruangan ini tidak jauh lebih baik dari ruanganku sebelumnya. Justru di sini lebih menakutkan, karena di sini, aku berhadapan langsung dengan kematian. Bagaimana tidak, setiap pasien yang masuk ruangan ini hanya ada dua kemungkinan, yaitu membaik terus kembali ke ruang perawatan lalu pulang ke rumah, atau perburukan masuk ke ruangan Intensive Care Unit dan pulang meninggalkan dunia ini. Meskipun tak jarang banyak pasien yang mampu bertahan melewati masa kritisnya, dan bisa kembali ke rumah.

“Ibu Marni, dibersihkan dulu, ya, lendirnya? Terus nanti Ibunya saya seka biar segeran.” Terdengar suara Perawat di sebelahku.
Dia sedang merawat pasien di sampingku.

Setiap pagi, kita akan mereka bersihkan, mulai dari rambut sampai kaki. Selama mengerjakan tugasnya, para Perawat itu terus mengoceh, berbicara, bercerita, seolah pasien di depannya mampu merespon. Padahal, tak jarang pasien yang sedang mereka tangani dalam kondisi penurunan kesadaran.


Suara alat bergemuruh, aku menoleh ke arah bed dimana bu Marni sedang dibersihkan. Terlihat perempuan tambun,  dengan berbagai selang terpasang, dari mulut, hidung, dada, sampai ada selang yang tersambung ke ujung tempat tidur. Suara alat dihidupkan, bergemuruh, tak lama terdengar suara seperti sedang menyedot sesuatu cairan kental yang sulit. Tubuh gemuknya bergetar setiap kali alat dinyalakan.

“Tuhh, banyak sekali lendirnya, Bu.” Kata Perawat sambil melepaskan alat.

Ku pejamkan mata, merasakan tubuh sendiri, betapa manusia itu memang lemah, tak punya daya, tak punya kekuatan apapun. Hanya seonggok tubuh yang ketika Tuhan lemahkan, dia akan lemah, ketika Tuhan kuatkan, maka tubuh itu kuat. Lalu, hal apa yang membuat manusia merasa hebat sebagai 'manusia'? Jika nyatanya, di sini, bergelimpangan tubuh-tubuh yang bisa saja dalam hitungan waktu hanya akan menjadi tubuh tak bernyawa.

Masih terpejam, mendengarkan semua kegiatan di ruangan ini lewat suara. Kesibukan Perawat dalam memantau pasien-pasien yang memerlukan perhatian lebih dan suara dari monitor berbagai alat bantu menjadikan suasana yang khas di ruang Hight Care Unit ini.

“Nuwi, bangun!” Alfa memanggilku.

Aku membuka mata, nampak Alfa di sampingku sedang memperhatikan sesuatu di depan tempat tidur. Aku mengikuti arah mata Alfa. Bed pasien nomor 05, terlihat laki-laki berbadan tegap dengan leher menggunakan collar neck --penyangga leher untuk pasien yang mengalami patah tulang leher atau cedera sekitar leher-- tengah tertidur. Tangan kirinya disangga Arm sling, selang oksigen dan infus terpasang, beberapa kabel menghubungkan monitor dengan tubuhnya.

Mataku menangkap sesuatu di pojok sebelah kirinya. Aku melihat ada bayangan hitam,  tidak tahu itu asap atau bayangan benda atau apa, namun yang pasti bayangan itu tidak aku lihat di bed pasien lainnya.

“Mah, Mamah ..., Maah ...!” Dengan suara berat pasien itu memanggil seseorang, entah istrinya atau ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun