Mohon tunggu...
Nuraeny Hamid
Nuraeny Hamid Mohon Tunggu... Apoteker - Nuwi

Pharmacist, pengajar dan Ibu dari satu putra. Jatuh cinta dengan dunia literasi untuk terus bisa memanfaatkan diri tanpa batas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah di Ujung Pena

8 Mei 2022   10:38 Diperbarui: 9 Mei 2022   06:16 2227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hehee, tetanggaku yang cowok pada enggan kalo aku mintai bantuan, takut sama istri-istrinya kali." Mira terkekeh.

"Kok, gitu?" tanyaku heran.

"Kamu kan tau, aku Janda."

"Ya, terus? Kenapa kalau janda? Gak boleh dibantu apa?" tanyaku dengan nada sedikit tinggi.

"Susah Wi, kamu gak tau rasanya jadi aku, secara gitu, janda tu image nya gimana, ya? Susah, Wi. Aku gak bisa ceritain."

Aku terdiam sesaat, hati kecilku begitu terusik. Aku tahu rasanya menjadi Mira, karena aku pun sama seperti dia, hanya saja dia tidak tahu status pernikahanku sebenarnya.

Status ini sedikit banyak membuat hidup kita tidak berjalan dengan normal. Selalu dicurigai, selalu menjadi buah bibir dan gunjingan. Ada stigma yang kerap melekat, manja, lemah, tidak mandiri, penggoda dan sebagainya. Inilah salah satu alasan mengapa aku menutupi perceraianku dari orang-orang. Dan sekalinya aku mencoba berdamai dengan keadaan, penolakan tetap terjadi, pun dari Govin, orang yang paling aku harapkan untuk menjadi teman di sisa hidupku nanti.

Ya, ada yang harus pergi dan tidak bisa kembali, bukan masalah prinsip, bukan juga tentang kata cinta yang sudah tak sefaham. Inilah hidup, setiap manusia mempunyai kisahnya masing-masing, tak ada yang bisa menawar alur hidup seperti apa yang diinginkan untuk dilalui, dan mana yang tidak ingin dilalui. Disinilah hakekat kemerdekaan hidup yang tidak pernah sama untuk setiap orang, meski nyatanya manusia terlahir dalam keadaan merdeka, bahkan meyakini bahwa Tuhan pun tidak memberi paksaan pada umatnya untuk menyembah Tuhan yang mana, tak ada satu hak pun yang mampu melarangnya. Kita merdeka dalam menjalani hidup, merdeka berfikir, merasa dan menilai.

Lalu, mengapa begitu pongahnya mereka membatasi hak orang  lain hanya dari satu status yang Tuhan saja membolehkan meski sebenarnya Dia membenci perceraian.

Inilah kita, para single fighter, yang harus terus memulihkan diri dari setiap kekecewaan yang diterima untuk sekedar 'hidup'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun