Mohon tunggu...
Nuraeny Hamid
Nuraeny Hamid Mohon Tunggu... Apoteker - Nuwi

Pharmacist, pengajar dan Ibu dari satu putra. Jatuh cinta dengan dunia literasi untuk terus bisa memanfaatkan diri tanpa batas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah di Ujung Pena

8 Mei 2022   10:38 Diperbarui: 9 Mei 2022   06:16 2227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi nyatanya, tidak. Kamu tidak bodoh, kamu hanya mencari titik aman, kalau kamu mau mempertahankan kita, kamu tahu harus bagaimana. Datanglah ke sisiku selagi kamu masih bisa, tanpa dia."

"Iya, Yang. Aku berusaha untuk itu."

"Selagi kamu berusaha, aku juga akan berusaha untuk kemungkinan terburuk, kamu gagal. Jadi maaf, selama itu kita jangan dulu berkomunikasi." kataku sambil menghapus air mata yang sudah membasahi sprai.

"Tapi, Yang, gak bisa kalau gak komunikasi."

"Bisa, sampai masing-masing dari kita tau seberapa penting arti kita."

"Tapi, Yang ...."

Aku sentuh tanda off di ponsel. Menarik napas panjang, dan mengembuskannya dengan kuat.

Kita, dua orang dewasa, yang salah jatuh cinta. Kenyamanan sudah membuat perangkap tersendiri untuk kita berdua, sehingga kita terjebak di dalamnya dan tidak bisa keluar dengan mudah. Kita berdua sudah tersesat, tersesat di tempat yang seharusnya tak pernah kita coba datangi, singgahi dan lewati. Jika kita dua orang dewasa, harusnya sudah tahu apa yang terbaik untuk kehidupan kita selanjutnya. Jika memang berpisah lebih baik, biarlah kita berpisah juga dengan baik. Cukup kejadian ini membuatku menjadi perempuan yang merasa rendah diri, merasa tak ada kebanggaan apapun untuk bisa membuatku tegak berdiri.

Status janda tak akan mudah diterima oleh masyarakat yang masih memegang teguh budaya. Govin laki-laki gagah, single, perjaka dari keluarga terhormat di daerahnya,  akan tidak mudah memasukanku di lingkungan sosialnya.

Tak terasa sesuatu yang hangat mengalir keluar dari hidungku. Setengah terperanjat aku angkat tubuh, tangan kanan menahan cairan merah kental yang semakin deras keluar dari kedua lubang hidungku. Sesaat kepalaku merasakan seluruh ruangan berputar, spontanitas bangun dari posisi berbaring mungkin sedikit membuat keseimbangan tubuh terganggu.

Mataku terpejam, keringat dingin keluar dari seluruh pori-pori permukan kulit. Perlahan turun dari tempat tidur dan duduk di lantai bersandar dengan kepala mendongak ke langit-langit kamar. Tangan menggapai kotak tisu yang tidak jauh terimpan di atas meja kecil di samping tempat tidur. Dengan mata masih terpejam, aku sumbatkan tisu ke kedua lubang hidung, berharap darah tak terus keluar. Mencoba menenangkan diri, membuat semuanya relax, atur napas dan seluruh emosi, berharap semua ketegangan dari beberapa persyarafan di tubuh berkurang. Tak terasa air mata kembali mengalir. Dengan tetap atur napas dan mata terpejam, sedikit senyum aku sunggingkan di bibir, ada cerita pilu yang begitu menekan dadaku, begitu kuat, begitu berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun