Pada tahun 2019, imbas dari pandemi covid-19 mengakibatkan SAU nyaris bangkrut. Sebelum pandemi melanda aula SAU selalu ramai pengunjung dan dipadati oleh banyak penonton serta para pemain angklung serta budaya Sunda lainnya. Setelah pandemi covid-19 terjadi situasinya sangat berbeda, tidak ada pengunjung dan tidak ada para pemain. Biasanya dalam satu hari pengunjung bisa mencapai 2.000 orang, akan tetapi di tahun 2021 dalam satu minggu jumlah pengunjung hanya tiga sampai lima orang saja. Ketiadaan pengunjung meyebabkan pementasan tidak digelar, kalupun ada maksimal hanya dua kali dalam seminggu. Dampak dari peristiwa ini terpaksa diberlakukan phk 90% karyawan. Dari yang awalnya berjumlah 1.000 pegawai menjadi 30 pegawai saja.
Selain pandemi, perubahan perilaku konsumen yang beralih pada penggunaan gawai, saluran media komunikasi dalam sebuah pertunjukan saat ini tidak hanya secara luring, tapi menanggapi hal tersebut SAU menyiapkan teknologi untuk mendukung kegiatan secara hibrida. Pertunjukan secara offline diganti dengan wisata budaya secara virtual.
Setelah diterpa permasalahan pandemi, SAU kembali bangkit. Momen ini ditandai dengan adanya pagelaran Udjo Reborn pada bulan Juli, 2022. Dengan semangat dan dukungan dari para kemitraan, SAU dapat bertahan untuk tidak benar-benar tutup. Selain pagelaran, SAU membentuk produk baru yang dikemas apik untuk memenuhi pasar yang baru. Kerja sama juga dilakukan dengan pemerintah, beragam asosiasi, serta ekosistem pariwisata dan budaya dibentuk dalam rangka mempertahankan program edukasi kebudayaan ala Saung Udjo.
Saung Angklung Udjo saat ini
Sejak awal berdirinya pada tahun 1966, SAU bukan hanya menjadi pusat pelestarian seni tradisi budaya sunda, tetapi juga memberdayakan masyarakat sekitarnya. Dibawah bimbingan Udjo Ngalagena, SAU memadukan nilai-nilai filosofis sunda, yaitu silih asah, silih asih, silih asuh (saling mendidik, mengasihi, dan mengasuh) kedalam setiap aktivitasnya. Filosofi ini menjadi pedoman utama dalam membangun harmoni antar seni, masyarakat, dan pengembangan ekonomi lokal. Nilai-nilainya dimplementasikan kedalam kegiatan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari keluarga, tetangga, hingga masyarakat luas. Pendekatan SAU yang mengintegrasikan seni, pendidikan, dan ekonomi menjadi kunci kesuksesan SAU bertahan lebih dari lima dekade.
Di tahun 2024, SAU sudah melakukan banyak kerja sama dengan berbagai kemitraan dan memperluas penjualan workshop kerajinan bambu, baik antardaerah maupun mancanegara. Pertunjukan berlangsung di pagi, siang, sore, dan malam hari. Khusus untuk hari Sabtu SAU membuka pertunjukan di malam hari. Harga tiket yang bervariasi mulai dari Rp.60.000 – Rp. 120.000, khusus untuk anak di bawah 4 tidak dikenakan biaya. Pada pementasan bambu terdapat wayang golek, upacara helaran, tari topeng, angklung mini, trio angklung, Arumba (alunan rumpun bambu), angklung massal nusantara, angklung interaktif, dan menari bersama.
Prestasi Saung Angklung Udjo
Nama SAU tidak lepas dari sederet prestasi yang dicapai. SAU sukses meyelenggarakan pertunjukan di mancanegara. Pada 2001 SAU diundang untuk memberikan pelatihan angklung di Fukuoka, Jepang. Tahun 2004, SAU menerima penghargaan “Heritage and Cultural Gold Award” di Pulau Jeju, Korea Selatan. Pada 2016, SAU meraih penghargaan “Best ASEAN Cultural Preservation Effort” dalam ASENTA Award di Filipina. Di tahun 2017 dan 2018, SAU berhasil tampil di ajang Festival Kampung Indonesia di Stockholme, Swedia.
SAU pernah diundang sebagai perwakilan kesenian Indonesia, untuk memeriahkan Piala Dunia Qatar di bulan November, 2022. Tahun 2023, Indonesia sukses memecahkan rekor dunia baru untuk pagelaran angklung terbesar di dunia di satdion Utama Gelora Bung Karno. Acara yang dipimpin oleh SAU ini dihadirkan oleh 15.110 peserta. Selain itu, pada Desember 2024 SAU menerima penghargaan bergengsi “Special Accolade: Icon of Indonesian Ethnic Music” dari Marketeers.
Namun, SAU tidak hanya berbicara tentang pencapaian global. Di tingkat lokal pun SAU telah menjadi pusat edukasi bagi generasi muda. Setiap tahun ratusan anak belajar bermain angklung dan mempelajari seni tradisi sunda di tempat ini. Proses ini memastikan regenerasi seni angklung terus berlangsung yang sekaligus menanamkan nilai-nilai budaya ke generasi mendatang. Di sisi lain, SAU juga berhasil menggabungkan seni tradisi dengan pariwisata dengan suasana alami dipadukan dengan pertunjukan yang memukau. Tak heran jika SAU kini menjadi salah satu destinasi budaya ikonik di Bandung, yang mendukung ekonomi kreatif disana. Hingga kini, SAU terus berkembang dengan semangat yang sama. Tempat ini menjadi bukti bahwa seni tradisi mampu bertahan ditengah modernisasi juga memberikan kontribusi besar bagi ekonomi, pendidikan, dan diplomasi budaya.
Peran SAU terhadap pelestarian budaya