Mohon tunggu...
Nuraeni Zulfaah
Nuraeni Zulfaah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Hobi saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Bandung Pilihan

Perkembangan Angklung di Saung Angklung Udjo Hingga Saat Ini

25 Desember 2024   14:00 Diperbarui: 25 Desember 2024   13:24 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukan Saung Angklung Udjo (Sumber:

Angklung adalah alat musik yang berbahan dasar bambu. Angklung umumnya dikenal dari hasil perkembangan di daerah Jawa Barat. Pada awalnya angklung dimainkan untuk upacara-upacara adat, seperti pesta panen, turun bumi, menyambut tamu kehormatan, dan sebagainya. Instrumen berbahan dasar bambu ini dibunyikan dengan cara digoyang. Bunyi alat musik ini menghasilkan suara yang diinterpretasikan oleh orang Sunda  dengan pelafalan “lung” atau “klung”, hal tersebut menjadi latar belakang asal muasal dinamakannya angklung. Kata “ung” sebagai akhiran dari penamaan alat musik berbahan dasar bambu juga diperkuat dengan adanya penamaan alat musik Sunda lainnya seperti calung, kunclung, dan celempung.

Angklung sudah hadir di tanah Sunda jauh sebelum Hindu masuk ke Indonesia, pada saat itu masyarakat sunda masih memegang kepercayaan Sunda Wiwitan serta kondisi mata pencahariannya ialah bercocok tanam padi kering dengan cara berpindah-pindah. Instrumen angklung terus berkembang hingga pada tahun 2010, PBB UNESCO meresmikan angklung sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Hal ini didasarkan pada kriteria-kriteria yang tercantum dalam Daftar Perwakilan Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan.  

Untuk membangun ketahanan budaya, diperlukan kemampuan dan strategi untuk melestarikan dan mengoptimalkan nilai-nilai budaya dalam proses kreatif agar dapat meningkatkan kualitas hidup bangsa. Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan salah satu destinasi wisata budaya yang mengenalkan kesenian masyarakat Sunda, khususnya angklung. Wisata SAU menjadi media pengetahuan untuk mengetahui hasil-hasil budaya masyarakat Sunda dengan ditampilkannya suatu pementasan yang dilakukan oleh anak-anak hingga remaja dengan angklung sebagai pengiring utamanya.

Sejarah Saung Angklung Udjo

Udjo Ngalagena lahir pada 5 Maret 1927 di Kampung Cicalung, Kabupaten Bandung Barat. Sejak usia 4 tahun, Udjo belajar angklung dari seorang pengamen angklung yang saat itu dikenal dengan sebutan panja repot. Semakin dewasa kecintaan Udjo terhadap angklung terus meningkat hingga ia dan sang istri, Uum Sumiati Udjo mendirikan Saung Angklung Udjo pada tahun 1966 di Jalan Padasuka, Bandung Timur. SAU memiliki slogan Nature and Culture in Harmony. SAU berorientasi pada pendidikan dan pelestarian seni budaya tradisional melalui pertunjukan yang didominasi oleh bambu sebagai instrumen utamanya. Pada awalnya, permainan calung dan angklung digelar di saung. Akan tetapi, penampilan lebih banyak dilakukan di hajatan rekan-rekan Udjo.

Upaya Udjo mewariskan budaya dengan mendidik anak-anak untuk belajar seni tradisi dan angklung tanpa dipungut biaya. Anak-anak yang terampil akan diikutsertakan tampil di pertunjukan yang nantinya akan diberi honor bahkan bantuan biaya sekolah. Pertunjukan Bambu Petang berisi beberapa penampilan singkat, seperti angklung pemula, angklung orkestra, angklung massal, arumba (alunan rumpun bambu), wayang golek, dan tari tradisional. Hal ini terinspirasi dari Konsep Kaulinan Urang Lembur yang digagas oleh Udjo sendiri. Beberapa hal yang menjadikan angklung sebagai instrumen yang digemari karena prinsip 5M, yaitu: Mudah, Murah, Mendidik, Menarik. Masal. Akan tetapi ke-5 prinsip ini kemudian ditambahkan Udjo menjadi 6M dengan menambahkan poin meriah.

Dalam proses pembelajaran musik angklung, pembelajaran dilakukan secara bertahap dengan mengenalkan angklung terlebih dahulu, selanjutnya metode yang digunakan adalah sistem nomor dan simbol-simbol gerak tangan untuk mengembangkan kreativitas serta kepekaan rasa dan inderawi. SAU yang pada awalnya hanya berupa teras kecil, seiring berjalannya waktu berubah menjadi area seluas 1,5 hektar dengan terdapat teater utama yang menampung kapasitas sampai 1.000 (seribu) penonton.

Pada tahun 1971, Dinas pariwisata Kota Bandung menunjuk SAU sebagai objek wisata dan mulai pada saat itu, wisatawan nusantara maupun mancanegara mulai berkunjung ke SAU hingga menjadi salah satu destinasi Indonesia yang tersohor. SAU memberikan pengaruh yang besar bagi Sektor Wisata dan Ekonomi Kreatif tanah air. Selain pertunjukan, SAU juga menjadi pusat kerajinan tangan/workshop instrumen musik bambu. Di tahun 2001, Udjo tutup usia dengan memberikan mandat SAU ini kepada keturunannya. Anak-anak Udjo mendedikasikan diri untuk meneruskan cita-citanya untuk melestarikan budaya dan  seni khas Sunda.

Produk Saung Angklung Udjo 

SAU bukan hanya soal pertunjukan angklung, tetapi tempat ini menjadi ekosistem kreatif yang melibatkan ribuan orang, mulai dari para pengrajin bambu, pelatih seni, hingga seniman lokal pun ikut terlibat aktif dalam memproduksi dan memasarkan angklung. Bambu yang digunakan berasal dari kebun sendiri. Di kebun itu terdapat 36 jenis bambu. Untuk memproduksi angklung, bambu yang digunakan adalah bambu hitam. Beragam angklung diproduksi oleh SAU seperti angklung pentatonis, angklung buhun, angklung melodi, angklung mini, grand angklung, dan masih banyak lagi. Dalam memberikan pendidikan angklung, SAU menggunakan metode yang unik dan interaktif yaitu dengan membuat simbol gambar dan simbol tangan untuk menyatakan tangga nada agar lebih mudah difahami.

Jatuh Bangun Operasional  Saung Angklung Udjo

Pada tahun 2019, imbas dari pandemi covid-19 mengakibatkan SAU nyaris bangkrut. Sebelum pandemi melanda aula SAU selalu ramai pengunjung dan dipadati oleh banyak penonton serta para pemain angklung serta budaya Sunda lainnya. Setelah pandemi covid-19 terjadi situasinya sangat berbeda, tidak ada pengunjung dan tidak ada para pemain. Biasanya dalam satu hari pengunjung bisa mencapai 2.000 orang, akan tetapi di tahun 2021 dalam satu minggu jumlah pengunjung hanya tiga sampai lima orang saja. Ketiadaan pengunjung meyebabkan pementasan tidak digelar, kalupun ada maksimal hanya dua kali dalam seminggu. Dampak dari peristiwa ini terpaksa diberlakukan phk 90% karyawan. Dari yang awalnya berjumlah 1.000 pegawai menjadi 30 pegawai saja.

Selain pandemi, perubahan perilaku konsumen yang beralih pada penggunaan gawai, saluran media komunikasi dalam sebuah pertunjukan saat ini tidak hanya secara luring, tapi menanggapi hal tersebut SAU menyiapkan teknologi untuk mendukung kegiatan secara hibrida. Pertunjukan secara offline diganti dengan wisata budaya secara virtual.

Setelah diterpa permasalahan pandemi, SAU kembali bangkit. Momen ini ditandai dengan adanya pagelaran Udjo Reborn pada bulan Juli, 2022. Dengan semangat dan dukungan dari para kemitraan, SAU dapat bertahan untuk tidak benar-benar tutup. Selain pagelaran, SAU membentuk produk baru yang dikemas apik untuk memenuhi pasar yang baru. Kerja sama juga dilakukan dengan pemerintah, beragam asosiasi, serta ekosistem pariwisata dan budaya dibentuk dalam rangka mempertahankan program edukasi kebudayaan ala Saung Udjo.

Saung Angklung Udjo saat ini 

Sejak awal berdirinya pada tahun 1966, SAU bukan hanya menjadi pusat pelestarian seni tradisi budaya sunda, tetapi juga memberdayakan masyarakat sekitarnya. Dibawah bimbingan Udjo Ngalagena, SAU memadukan nilai-nilai filosofis sunda, yaitu silih asah, silih asih, silih asuh (saling mendidik, mengasihi, dan mengasuh) kedalam setiap aktivitasnya. Filosofi ini menjadi pedoman utama dalam membangun harmoni antar seni, masyarakat,  dan pengembangan ekonomi lokal. Nilai-nilainya dimplementasikan kedalam kegiatan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari keluarga, tetangga, hingga masyarakat luas. Pendekatan SAU yang mengintegrasikan seni, pendidikan, dan ekonomi menjadi kunci kesuksesan SAU bertahan lebih dari lima dekade.

Di tahun 2024, SAU sudah melakukan banyak kerja sama dengan berbagai kemitraan dan memperluas penjualan workshop kerajinan bambu, baik antardaerah maupun mancanegara. Pertunjukan berlangsung di pagi, siang, sore, dan malam hari. Khusus untuk hari Sabtu SAU membuka pertunjukan di malam hari. Harga tiket yang bervariasi mulai dari Rp.60.000 – Rp. 120.000, khusus untuk anak di bawah 4 tidak dikenakan biaya. Pada pementasan bambu terdapat wayang golek, upacara helaran, tari topeng, angklung mini, trio angklung, Arumba (alunan rumpun bambu), angklung massal nusantara, angklung interaktif, dan menari bersama.

Prestasi Saung Angklung Udjo

Nama SAU tidak lepas dari sederet prestasi yang dicapai. SAU sukses meyelenggarakan pertunjukan di mancanegara. Pada 2001 SAU diundang untuk memberikan pelatihan angklung di Fukuoka, Jepang. Tahun 2004, SAU menerima penghargaan “Heritage and Cultural Gold Award” di Pulau Jeju, Korea Selatan. Pada 2016, SAU meraih penghargaan “Best ASEAN Cultural Preservation Effort” dalam ASENTA Award di Filipina. Di tahun 2017 dan 2018, SAU berhasil tampil di ajang Festival Kampung Indonesia di Stockholme, Swedia.

SAU pernah diundang sebagai perwakilan kesenian Indonesia, untuk memeriahkan Piala Dunia Qatar di bulan November, 2022. Tahun 2023, Indonesia sukses memecahkan rekor dunia baru untuk pagelaran angklung terbesar di dunia di satdion Utama Gelora Bung Karno.  Acara yang dipimpin oleh SAU ini dihadirkan oleh 15.110 peserta. Selain itu, pada Desember 2024 SAU menerima penghargaan bergengsi “Special Accolade: Icon of Indonesian Ethnic Music” dari Marketeers.

Namun, SAU tidak hanya berbicara tentang pencapaian global. Di tingkat lokal pun SAU telah menjadi pusat edukasi bagi generasi muda. Setiap tahun ratusan anak belajar bermain angklung dan mempelajari seni tradisi sunda di tempat ini. Proses ini memastikan regenerasi seni angklung terus berlangsung yang sekaligus menanamkan nilai-nilai budaya ke generasi mendatang. Di sisi lain, SAU juga berhasil menggabungkan seni tradisi dengan pariwisata dengan suasana alami dipadukan dengan pertunjukan yang memukau. Tak heran jika SAU kini menjadi salah satu destinasi budaya ikonik di Bandung, yang mendukung ekonomi kreatif disana.  Hingga kini, SAU terus berkembang dengan semangat yang sama. Tempat ini menjadi bukti bahwa seni tradisi mampu bertahan ditengah modernisasi juga memberikan kontribusi besar bagi ekonomi, pendidikan, dan diplomasi budaya.

Peran SAU terhadap pelestarian budaya

Pada tahun 2010, angklung diakui warisan dunia oleh UNISCO. Pengakuan ini menjadi titik penting bagi SAU dalam mempromosikan angklung ke panggung internasional. Saat ini angklung telah diajarkan di sekolah-sekolah berbagai negara, seperti korea selatan, singapura, hingga australia yang menjadikannya alat diplomasi budaya indonesia yang membanggakan.

Pada era modern saat ini, SAU menjadi wadah bagi para generasi muda untuk mempelajari seni angklung yang berasal dari Jawa Barat. Dalam rangka melestrarikan budaya, SAU selalu menjaga keaslian seni angklung sambil mengadaptasinya agar tetap relevan dengan generasi muda. SAU berhasil menggabungkan seni tradisional dengan elemen modern, seperti kolaborasi dengan genre musik kontemporer. Program pendidikan yang diajarkan memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan bakat dalam bidang seni dengan menyelipkan nilai-nilai budaya. Hal tersebut memberikan peluang kepada anak-anak dan remaja untuk memahami, menguasai, dan mengapresiasi seni angklung dengan memberikan pemahaman agar generasi muda dapat menjadi literat budaya.

Di tangan Udjo, angklung yang tadinya dimainkan di lingkungan kecil jadi mendunia. Kenyataannya masih banyak generasi muda yang mencintai dan berminat melestarikan budaya bangsa. Keberadaan sanggar seni SAU membuktikan bahwa keunikan dan kewibawaan budayan asli indonesia tidak akan pernah luntur dan hilang meski diterjang kemajuan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun