Mohon tunggu...
Nur AbdulAzis
Nur AbdulAzis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Time is your fate

Nama: Nur Abdul Azis/ Anjas Umur : 23 Hobi : Bernafas Food : Nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Sosial dan Berbagai Problematikanya

27 Oktober 2019   18:27 Diperbarui: 27 Oktober 2019   18:44 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jika di awal kemunculannya, media sosial hanya berfungsi sebagai alat eksistensi individu, fungsi tersebut kini merambah untuk mempengaruhi iklim politik suatu negara. Pernyataan ini dikemukakan oleh peneliti Ilmu Komunikasi, Natalie Stroud dalam tirto.id. 

Dalam penelitiannya di University of Texas at Autin. Stroud mengamati bagaimana media berperan menarik perhatian pengguna media sosial lewat berbagai konten yang ia bagikan. Ia mengatakan bahwa orang-orang (pengguna media sosial) perlu memikirkan setiap tindakan yang mereka lakukan dimedia sosial. "Kita semua punya peran dalam membentuk lingkungan disana" Ujarnya.

Berita dan berbagai opini yang anda bagikan, orang-orang yang anda ikuti begitupun sebaliknya, dan alat-alat yang tersedia disana berefek pada iklim politik.

Cyber-Hate dan Cyber-Bullying

Cyber-Hate telah hadir dimedia online dengan beragam konteks sejak internet mulai populer dimasyarakat pada pertengahan tahun 90an (Williams,2006). 

Suatu studi dari Oksanen et al (2014) menyatakan bahwa 67% remaja berusia 15-18 tahun telah terekspos pesan kebencian (hate material), dan 21% dari jumlah tersebut kemudian menjadi korban. 

Studi ini juga menyimpulkan bahwa peningkatan pengguna media sosial juga diimbangi dengan meningkatnya cyber-hate. Aksi terorisme diketahui berhubungan dengan prevalensi sentimen anti-imigran dan hate-crimes.

Suatu skala data eurobarometer di Eropa oleh Legewie (2013) menunjukan hubungan signifikan antara sentimen anti-imigran dengan aksi pengeboman oleh teroris di Bali dan Madrid. 

Serupa dengan hal tersebut, King dan Sutton (2014) menemukan hubungan antara aksi teroris dengan meningkatnya insiden hate-crimes di Amerika. Contoh kasus adalah serangan teroris 9/11, dimana terekam 481 hate-crimes dengan motif anti islam dan 58% terjadi 2 minggu sebelum serangan.

Disimpulkan bahwa hate-crimes akan terkelompok dalam waktu tertentu dan cenderung meningkat secara dramatis setelah suatu kejadian pemicu. Misalnya aksi teroris. Hate-crimes adalah suatu aksi komunikasi, sering terprovokasi oleh suatu kejadian disuatu kelompok target, melalui kelompok yang memiliki karakteristik serupa dengan pelaku (Williams M & Pearson O,2016).

Media sosial sudah dipastikan sudah menjadi wadah dalam berbagai informasi dan sebagainya. Komunikator dan Komunikannya pun terkadang bersifat homogen, yang tidak mengenal usia, jenis kelamin, maupun ras. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun