"Bagaimana perjalanan anda Bung?" dengan senyuman terukir di wajahnya, "mari Bung, ikuti saya," lekasnya. "Sebenarnya apa yang sedang terjadi, hei Omar?" tanyaku sembari berjalan menuju pesawat jenis Jetstar C-140. Omar Dhani berhenti sejenak, ia memandangku, "telah terjadi suatu upaya yang dilakukan oleh Dewan Jenderal. Supardjo memberi tahu upaya kudeta itu telah dibasmi oleh gerakan yang dinamakan Gerakan 30 September yang dipimpin oleh Letkol Untung", ucapnya sambil kembali berjalan.
      Mendengar hal itu, pandanganku kosong dan suasana terasa hening, meskipun suara riuh mesin pesawat sedang meraung-raung. "Ik ben overrempeld. Wat wil je met me doen heh Omar?", "Untuk sementara Istana Bogor adalah tempat teraman bagi Bung Karno," jawabnya dengan tatapan lesu seperti jenderal yang kalah dalam pertempuran. "Lain waktu, jangan kau tergesa-gesa mengambil keputusan, ya Omar!" ucapku yang ia tanggapi dengan anggukan kepala.
      Sesampainya di garbarata, Omar Dhani berhenti, lekas ia menyalamiku dan memberi hormat. Aku bersama dengan Dewi, Saelan dan tiga pengawal dari Cakrabirawa masuk ke dalam pesawat Jetstar C-140. Tidak lama pesawat kemudian lepas landas dan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma perlahan-lahan hilang, tergantikan dengan gumpalan putih yang nampak seperti kapas.
*
      Sesampainya di Istana Bogor petang hari, aku langsung membuat perintah darurat. "Saelan, kemari. Tolong kau buat telegram pertemuan dengan para petinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia malam ini." Saelan mengangguk dan lekas pergi ke kamar kerjanya. Sembari menunggu Saelan membuat telegram perintah, aku keluar menuju danau yang terdapat bunga lotus dan teratai.
Walaupun suasana di sekitar Istana Bogor saat itu sangat damai, tetapi batinku berisik dan bertanya-bertanya, "Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa aku yang dijadikan sasaran? Kenapa harus para Jenderal? Dan siapa dalang di balik peristiwa ini?"
Saat sedang gundah itu Saelan datang kepadaku. Ia menginfokan bahwa telegram sudah dikirim dan tinggal menunggu kehadiran para petinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Seraya menunggu kehadiran mereka, aku menyempatkan waktu untuk bersantai sejenak.
*
      Malam hari 1 Oktober 1965, telegram yang dikirim oleh Saelan petang hari telah diterima para Panglima Angkatan. Pertemuan malam itu dihadiri oleh Menteri Panglima Angkatan Laut Laksamana Raden Eddy Martadinata, Menteri Panglima Angkatan Udara Marsekal Madya Omar Dhani, dan Menteri Panglima Angkatan Kepolisian Inspektur Jenderal Polisi Soetjipto Joejodihardjo. Daftar yang tidak hadir adalah Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani dan Menteri Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Jenderal Abdul Haris Nasution.
      Absennya dua jenderal itu membuatku kesal, sampai didapatkannya telegram balasan dari Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah yang memberitahu bahwa Letjen Ahmad Yani mendadak hilang dan kondisi Angkatan Darat diambil alih oleh Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto. Rapat itu kumulai tanpa ada perwakilan dari Angkatan Darat.
      Terpaksa pertemuan ini harus dimulai tanpa kedua orang itu. Pembahasan dimulai dengan membahas apa yang terjadi di Jakarta hingga hilangnya Letjen Ahmad Yani dan absennya Jenderal Abdul Haris Nasution. Tatkala tengah pembahasan, Saelan menyela dan memberikan laporan telegram dari ajudan Jenderal Nasution Mayor Surgono yang memberitahu bahwa Jenderal Nasution selamat dari penculikan Tjakrabirawa, walaupun kakinya patah karena mencoba menyelamatkan diri.
      Laporan itu tidak kubaca, tetapi Omar Dhani menangkap isyarat dari wajahku. "Ada apa Bung?" tanyanya. Aku memandangnya kosong, dan bertanya kembali "Omar apa yang sebenarnya terjadi? Aku akan diapakan heh Omar?". Kini semua mata tertuju pada Marsekal Madya Omar Dhani.
      "Sebentar Bung Karno, apa ini ada kaitannya dengan para komunis itu? Apakah AURI terlibat Marsekal Umar?" tanya Martadinata. Masih lekat dalam ingatanku saat Omar Dhani seperti kelabakan menjawab pertanyaan Laksamana Madya R.E. Martadinata. Pertanyaan itu membuat suasana mencekam dan sepi.