Mohon tunggu...
Cahaya
Cahaya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Janji-Mu pasti, aku tahu itu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulas Sedikit Persoalan Hukum Perdata Islam di Indonesia

22 Maret 2023   00:17 Diperbarui: 22 Maret 2023   02:54 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

gugatan, karena Akta Nikah merupakan bukti otentik.

 

4). Pendapat Ulama KHI tentang Perkawinan Wanita Hamil

Menurut KHI, perempuan yang hamil di luar nikah dapat dinikahkan langsung dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu perempuan tersebut melahirkan kehamilannya. Sedangkan berdasarkan hukum Islam, dalam hal ini pendapat Imam Malik dan Ahmad bin Hambali mengatakan bahwa tidak boleh melangsungkan perkawinan antara wanita hamil karena zina dengan seorang laki-laki sampai kandungannya lahir. Perbedaan ini terjadi karena dipengaruhi oleh perbedaan dalil-dalil (Al-Qur'an dan Hadits) yang digunakan dalam mengungkapkan masalah nikah hamil di luar nikah. KHI menjelaskan bahwa hamil di luar nikah didasarkan pada dalil Al-Qur'an dalam Surat An-nur ayat 3, mazhab Syafi'i dan Hanafi, pendapat Abu Bakar, Umar dan Ibnu Abbas. Bahwa Hukum Islam menggunakan dalil Al-Qur'an dalam An-Nisa ayat 11, 12 dan 176, At-Talaq ayat 4, Mazhab Maliki dan Ahmad bin Hambal; (2) KHI membolehkan perempuan yang hamil akibat zina menikah dengan laki-laki yang menghamilinya. Menurut hukum Islam, status hukum wanita kawin yang hamil akibat zina dengan pria yang menghamilinya juga memiliki perbedaan pendapat di antara empat mazhab. Mazhab Hanafi dan Syafi'i membolehkan perkawinan seorang wanita yang hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya. Mazhab Maliki dan Hanbali melarang wanita yang hamil akibat zina dengan pria yang menghamilinya.

Pasal 53 KHI menjelaskan dibolehkannya perkawinan bagi wanita yang hamil di luar nikah karena perzinahan, dengan laki-laki yang menghamilinya, Ketentuan dalam KHI ini sama sekali tidak menggugurkan status zina bagi pelakunya, meskipun telah menikah setelah hamil di luar nikah. Ini akan meningkat pelik ketika masalah ini terkait dengan status anak yang lahir di kemudian hari.

Dapat disimpulkan bahwa Perkawinan wanita hamil diperbolehkan bagi siapa saja dalam keadaan seperti ini

a) hamil tanpa ada alasan untuk melahirkan.

b) Perkawinan wanita hamil dapat dilakukan dengan pria yang menghamilinya.

c) Pernikahan wanita hamil dilakukan tanpa pelaksanaan had (rajam)

Pertama, jika kehamilan tersebut disebabkan oleh zina yang disengaja dan jelas.

d) Perkawinan ibu hamil dapat dilakukan tanpa menunggu kelahiran anak di dalam rahim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun