Dua hari kemudian.. Kami menghabiskan waktu berdua di ayunan teras rumah Hanah. Bercanda dan bercerita masa kecil kami. Sesekali, kami tertawa bersama. Tiba-tiba Tante Fitri, ibunya Hanah menghampiri kami dengan wajah murung. Bahkan, kutangkap sisa tangis di wajah beliau. Beliau langsung memeluk Hanah.
“Hanah.. Kamu yang sabar ya, Nak? Ternyata operasi kamu dibatalkan, karena orang yang berniat mendonorkan matanya divonis akan sembuh dari penyakitnya..”ucap Tante Fitri.
Air mata langsung terjatuh dari pelupuk mataku, padahal Hanah sudah begitu bahagia sejak pekan lalu. Kulihat ekspresi wajah Hanah tergurat rasa kecewa, namun berselang beberapa saat ia akhirnya tersenyum.
“Alhamdulillaah.. Masyaa ALLAH, syukurlah jika ia akan segera sembuh, Bu.. Qadarullaah.. Inilah jalan Hanah, Bu. Rencana ALLAH pastilah yang terbaik untuk hamba-NYA..” gumam Hanah. Hatiku tergetar, begitu kokohnya kesabaran sahabatku ini. Begitu lapang dadanya menerima segala ketentuan ALLAH.
“Kamu sangat sabar, Nah.. Aku tidak bisa memiliki kesabaran seperti itu..”pujiku terharu seraya menggenggam tangannya.
“Salah satu tanda cinta kita kepada ALLAH yaitu menerima dengan ikhlas dan lapang dada atas segala kehendak dan ketentuan-NYA. Percayalah, segala sesuatu ada hikmahnya.. Di atas sana, ALLAH telah menyiapkan yang terbaik..”ujar Hanah seraya tersenyum.
Hanah kemudian menghadiahkanku jilbab, gamis dan beberapa buku Islami. Ia juga memotivasiku untuk rutin ikut pengajian. Aku sangat berterima kasih atas kebaikannya.
Akhirnya, aku tahu bahwa ada beberapa syarat hijab syar’i: Pakaian harus menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, bukan busana perhiasan yang justru menarik perhatian, harus longgar-tidak ketat-tidak tipis dan tidak sempit, tidak diberi wangi-wangian atau parfum karena dapat memancing syahwat lelaki, tidak menyerupai pakaian laki-laki, tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir dan yang terakhir yaitu bukan untuk mencari popularitas. Astaghfirullaah... Aku yang dulunya terkadang memandang sebelah mata perempuan yang berhijab syar’i karena menganggap mereka tidak modis, ternyata justru aku yang pantas dipandang sebelah mata karena tidak istiqamah dengan kewajibanku menutup aurat. Yang lebih hina, aku pernah berpacaran dan itu berarti aku telah menodai makna kesucian hijab yang seharusnya kujaga sebagai ciri seorang muslimah. Ampuni diri ini Yaa Rabbi.. Seharusnya sejak awal aku sadar bahwa lelaki yang baik takkan mengajak wanita bermaksiat dalam hubungan pacaran yang jelas-jelas dilarang-NYA dalam Surah Al-Isra:32. Tubuhku terguncang, takut akan murka ALLAH karena dosa yang bertumpuk ini. Tak terasa, air mataku mengucur deras seolah tak ingin kalah dengan derasnya air hujan yang turun.
✿✽✿✽✿
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab:59)
Dengan mengucap basmalah, akhirnya hari ini akupun memantapkan hati untuk istiqamah berhijab syar’i dan aku akan menemui Hanah di rumah sakit. Setelah batal operasi, ternyata beberapa hari kemudian ada telepon dari rumah sakit bahwa ada korban kecelakaan yang sebelum menghembuskan nafas terakhirnya ia ingin mendonorkan matanya. Alhamdulillaah, ALLAH memang Maha Pengasih.