Di awal tahun 1900-an, Kartini dan kedua adiknya sudah memiliki pemikiran yang melampaui zamannya. Mereka sadar betul bahwa untuk mengawali segala perubahan adalah dengan literasi/membaca (pendidikan).Â
Literasi yang sekarang ini didengungkan oleh pemerintah khususnya di dunia pendidikan, satu abad silam Trio Semanggi sudah memulainya.Â
Kiprah Trio Semanggi yang lain adalah mengajar anak-anak miskin sekitar pendopo kabupaten. Mereka juga ikut membantu pengrajin ukir memasarkan berbagai hasil ukiran di Jepara.Â
Kartini dan adik-adiknya tidak hanya menuntut emansipasi wanita, namun juga sebagai pelopor atau cikial bakal bidang literasi, pendidikan, ekonomi kreatif, dan seni.Â
Seperti apa yang dituturkan oleh Ibu Asri Miminingtyas yaitu cucu R.A. Sumantri-adik R.A. Kartini/Cucu keponakan pada kanal YouTube IKPNI (Ikatan Keluarga Pahlawanan Nasional Indonesia).
Setelah R.A. Kartini wafat, perjuangan beliau juga dilanjutkan oleh adik-adiknya. R.A. Roekmini masih melanjutkan mengajar di pendopo kabupaten Jepara.Â
Sedangkan R.A. Kardinah mendirikan sekolah di Tegal yang bernama Wisma Pranowa. Beliau berpindah ke Tegal karena menikah dengan Bupati Tegal, Raden Mas Ario Reksonegoro X.Â
Selain itu beliau juga mendirikan  rumah sakit yang sekarang menjadi RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Kardinah, mengorganisir para pengrajin perak di Tegal dan menyelenggarakan bazaar, serta menulis buku khususnya buku-buku tentang batik dan resep masakan.
Perempuan dan Pendidikan
Semua pasti mengamini bahwa majunya peradaban berawal dari seriusnya negeri ini mengurusi pendidikan. Untuk itu, concern pemerintah sangat diperlukan guna mendongkrak gerak lajunya pendidikan.Â
Memang, ketika kita berbicara pendidikan tidak bisa sepenuhnya kita serahkan kepada pemerintah saja, tetapi tanggung jawab ini mestinya dipikul oleh semua pihak dari semua elemen masyarakat. Tidak terkecuali peran korporasi yang secara sadar menggelontorkan CSR-nya untuk pendidikan.Â