Mengapa dinamakan Kampung Labirin?
Kampung ini dinamakan kampung labirin, adalah karenasuasana kampung yang padat penduduk, dan hanya menyisakan sedikit space gang-gang kecil untuk jalan kaki, ditambah lagi keberadaan gang-gang itu berliku-liku, seperti labirin.
Bagi orang luar kampung yang pertama kali masuk ke kampung ini dipastikan akan tersesat, karena tidak menemukan jalan ke luar. Pun demikian banyak pedagang dengan gerobak, yang ketika berjualan masuk ke dalam kampung berputar-putar saja. Â Saya pribadi cukup kaget yaa, ternyata ada kampung seperti ini di kota Bogor.Â
Bicara soal Kawasan padat penduduk dengan gang ala-ala labirin yang bahkan lebih ruwet, sebenarnya bukan hal baru bagi saya, di Depok dan Jakarta juga ada, dan saya pernah mengalami nyasar di kampung orang, heheh,.. tapi ya nggak terpikir ini bisa jadi tempat wisata.
Inilah kreatifnya Kampung Labirin Bogor, mengelola sesuatu yang mungkin sebuah kekurangan, tetapi jika diolah bisa menjadi daya tarik dan menjadikannya sebagi kampung wisata.
Karena ada pemandu jadi kami tidak takut tersesat dong ya!?
Kampung Labirin dikembangkan sebagai kampung wisata tematik, masyarakat diberdayakan untuk mengolah potensi wisata yang ada, anak-anak muda digiatkan untuk menghidupkan kesenian daerah, seperti angklung dan menari. Sementara orangtua giat mengelola UKM (Usaha Kecil Menengah) diantaranya dengan giat produksi keripik emping melinjo, sebagai oleh-oleh dari kampung Labirin.
Di kampung Labirin juga diadakan festival budaya kampung labirin, ini jadi acara tahunan yang menyenangkan untuk berkumpul keluarga, festival labirin selalu ditunggu, dan menjadi event favorit di kota Bogor.
Perjalanan kami masuk ke dalam gang-gang di kampung Labirin berujung di tepian sungai Ciliwung. Waah.. serasa menemukan oase, setelah berputar-putar ke luar masuk gang, yang padat dan sedikit paparan cahaya. Di akhir perjalanan ada ruang terbuka dengan udara segar, pemandangan sungai Ciliwung dan cahaya maksimal yang menyambut kami.
Dari kejauhan terlihat sekelompok anak muda sedang bermain arung jeram, dan anak-anak usia tanggung alias bocil sedang berenang menikmati derasnya arus sungai.
Alhamdulillah, cuaca hari siang itu cukup bersahabat, sehingga kami sempat berfoto di tempat yang kalau debit air sedang naik, jangan harap terjadi, karena setengah tinggi dinding tembok rumah di pinggir kali Ciliwung bisa tertutup air.