Klenteng Phanko Bio adalah klenteng yang dipersembahkan kepada dewa Phanko, selayang pandang tentang Dewa Pan Kho, yaitu dewa yang diyakini oleh masyarakat Tionghoa sebagai sang pencipta alam semesta, yang sebelumnya bermula dari banyak kekacauan dan kegelapan, kemunculan Dewa Pan Kho berasal dari sebutir telur yang menunggu ribuan tahun sebelum akhirnya menetas dan menjadi penyelamat.
Kampung Pulo Geulis, digiatkan sebagai wisata kampung etnik, karena kampung ini adalah perwujudan hidup selaras, harmoni dalam keberagaman, dapat mengamalkan nilai-nilai pancasila dengan baik meski terdiri banyak suku bangsa. Tidak pernah ada perselisihan di kampung Pulo Geulis, masyarakat saling bahu membahu dan membantu dalam segala kegiatan tanpa memandang latar belakang.Â
Satu informasi baru yang saya dapatkan dari bapak Chandra, saya jadi tau perbedaan antara klenteng, kuil dan vihara bagi orang tionghoa.
Kuil dan vihara adalah tempat beribadah dan berdo'a yang umumnya dilakukan seseorang yang menganut agama tertentu, dalam hal ini contohnya budha, kong hu cu, dan lain-lain.
Sementera klenteng merupakan tempat sembahyang bagi siapa saja yang percaya dengan dewa, tidak terbatas untuk orang tionghoa. Siapapun terbuka dan bebas jika ingin berdo'a di klenteng dengan membawa keyakinannya masing-masing.
3. Kampung Labirin
Kampung Labirin cheeecck!
Hahaha.. Itulah kalimat ice breaker yang membuat kami bersemangat lagi, meskipun kaki sudah lumayan pegal berkeliling di kampung batik dan kampung pulo Geulis.
Kami melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan pemandu wisata mba Ade Irma yang someah (bahasa sunda; yang artinya ramah membuat suasana ramai) pemandu kami ke kampung Labirin. Berjalan lagi menyusuri kampung. Rasa lelah tidak terasa.
Kampung Labirin yang aslinya bernama kampung Kebon Jukut, berada di kecamatan Bogor Tengah, kampung ini dikembangkan sebagai kampung tematik yang juga merupakan bagian dari program CSR kampung binaan  PT ASTRA Honda Indonesia.