Apa yang terjadi ketika seorang guru pecinta K-Drama memutuskan belajar bahasa Korea demi mendekatkan diri dengan siswa berkebutuhan khusus (ABK) yang juga pencinta K-Pop dan K-Drama?
Hasilnya adalah cerita penuh haru tentang perjuangan, kasih sayang, dan motivasi bersama. Inilah kisah nyata yang membuktikan bahwa belajar bisa menjadi perjalanan yang menyentuh hati.
Lara adalah seorang siswa berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual ringan. Lara memilih untuk tidak berbicara. Jika pernah mendengar istilah "mutisme selektif", itulah dia.
Lara selalu diam di kelas. Senyum dan tulisan tangannya menjadi satu-satunya alat komunikasi kami sehari-hari.
Sebagai seorang guru bagi anak berkebutuhan khusus, saya menyadari bahwa memahami siswa adalah kunci utama keberhasilan. Berbagai pendekatan dan upaya telah saya coba lakukan tapi Lara tak pernah sedikitpun mengeluarkan suaranya saat di kelas.
Namun, siapa sangka, kecintaannya pada K-Drama dan K-Pop membuka peluang bagi saya untuk menemukan cara yang unik dan penuh cinta agar bisa masuk ke dunianya & berbicara dengannya.
Diamnya Lara dan Dunia Rahasianya
Lara adalah murid yang istimewa. Setiap pagi, ia menyapa dengan senyuman kecil tanpa sepatah kata. Senyumnya manis sekali.
Saat pelajaran berlangsung, ia menyelesaikan semua tugasnya dengan rapi, tetapi tetap dalam kesunyian. Saat dia bosan atau tak suka dengan aktivitas belajarnya dia akan menelungkupkan wajahnya di meja.
Bila itu terjadi biasanya saya menyentuh pundaknya lembut dan menanyakan, apakah ada yang perlu ibu bantu? Lara mau belajar yang lain? Kembali hanya senyuman, anggukan atau gelengan yang Lara tunjukkan.
Meski begitu, ibunya pernah bercerita, “Di rumah, Lara suka sekali menirukan dialog dari drama Korea atau lirik lagu K-Pop. Suaranya jelas terdengar kalau sedang sendiri.”
Mendengar hal itu, saya merasa bahwa Lara sebenarnya memiliki dunia lain yang penuh warna, tetapi ia memilih untuk menutupinya. Sebagai gurunya, saya ingin membuka dunia itu agar ia merasa nyaman untuk berekspresi dan berbagi, terutama dalam pembelajaran.
Saya mulai memperhatikan kesukaan Lara pada budaya Korea. Ia sering membawa buku catatan kecil dengan gambar idola K-Pop favoritnya, seperti BTS dan BLACKPINK. Kadang-kadang, saya melihat ia seperti bersenandung pelan ketika merasa tidak diawasi.
Dari situ, saya memutuskan untuk belajar bahasa Korea lebih banyak lagi lewat K-Drama Drama & K-Pop. Bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa saya peduli dengan dunianya.
Menemukan Kunci Memasuki Dunia Lara
Siapa yang tak suka K-Drama? Ceritanya, pemainnya, romantismenya. Semuanya membuat anak gadis sampai ibu-ibu tertawan. Saya pun demikian, tak jarang di waktu luang saya menonton K-Drama yang sedang hits. Menunggu tak mengapa, asalkan tahu kelanjutan ceritanya.
Sepertinya belajar bahasa Korea melalui K-Drama dan K-Pop tak akan mudah, tapi setelah dicoba ternyata cukup mengasyikan. Terlebih, dengan itu saya akan mencoba menarik perhatian Lara dan memasuki dunianya.
Sambil menonton K -Drama dan mendengarkan K-Pop, saya mulai mencatat dan belajar ungkapan-ungkapan sederhana seperti annyeonghaseyo (halo), gomawo (terima kasih) dan neomu jalhaesseo (kamu melakukannya dengan sangat baik). Saya bertekad untuk menggunakan kata-kata ini sebagai jembatan pertama.
Beberapa hari berikutnya di kelas, saya mencoba berkata, “Annyeonghaseyo, Lara! eotteohge jinaeseyo?” (Halo, Lara! Apa kabar?)
Lara terkejut dan menatap saya dengan matanya yang membesar. Ia tidak menjawab, tetapi senyumnya lebih lebar dari biasanya.
Saya tahu ini baru permulaan. Saya terus menyisipkan kata-kata dan ungkapan Korea dalam pembelajaran. Ketika Lara menyelesaikan tugas, saya berkata, “Daebak! Neomu jalhaesseo!” (Hebat! Kamu melakukannya dengan sangat baik!)
Pada awalnya, Lara hanya merespons dengan senyuman. Tapi perlahan, ia mulai menunjukkan antusiasme. Ia terlihat lebih sering memperhatikan setiap kali saya menambahkan ungkapan bahasa Korea saat berkomunikasi.
Sejak itu saya mencoba menciptakan interaksi lewat ungkapan dan kata-kata kata dari K-Drama dan K-Pop yang saya pelajari setiap harinya. Ketika Lara terlihat lelah, saya menyemangatinya dengan, “Aja aja, hwaiting!” (Ayo ayo, semangat!).
Tak lupa saya memberikan senyuman serta sentuhan hangat di pundaknya. Sama seperti perhatian saya pada siswa lainnya.
Saya juga mulai memainkan lagu-lagu K-Pop saat waktu istirahat. Saya mulai menyanyikan bagian chorus sambil meliriknya. “Bogoshipda... nan bogoshipda...” (Aku merindukanmu... aku sangat merindukanmu...) Lara perlahan mengikuti dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan.
Itu adalah pertama kalinya saya mendengar suara Lara. Saya berhenti bernyanyi, memandangnya, tersenyum dan berkata, “Neomu areumdawo, Lara. Gwaenchanhayo.” (Sangat indah, Lara. Tidak apa-apa.)
Lara tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Sejak hari itu, Lara seakan mulai membukakan dunianya. Ia terlihat lebih aktif dan responsif walau belum mengucapkan kata-kata atau kalimat secara jelas.
Momen Mengharukan, Mendengar Kalimat Pertama Lara yang Penuh Cinta
Suatu hari, saat kami belajar tentang ekspresi perasaan, saya juga mengucapkan beberapa kata berbahasa Korea di seperti saranghae (aku sayang kamu), mianhae (maaf), dan chukhahae (selamat).
Saya bertanya, “Lara tahu arti kata-kata tersebut?” Lara menatap saya sejenak, lalu dengan suara yang lirih dan terbata-bata ia berkata, “Saranghae... aku sayang kamu.”
Saya hampir tidak percaya apa yang baru saja terjadi. Itu adalah kali pertama Lara berbicara di kelas. Semua murid lainnya terdiam, lalu memberikan tepuk tangan kecil. Saya hanya bisa berkata, "Gomawo Lara, Sarangseureowo !” (Terimakasih Lara, Saya bangga padamu!)
Sejak hari itu, Lara mulai lebih sering menjawab, walau hanya secara singkat. Ia juga mulai mengucapkan kata-kata berbahasa Korea favoritnya.
Lara kini lebih percaya diri. Ia masih pendiam, tetapi suara kecilnya dan beberapa ungkapan berbahasa Korea yang ia sampaikan adalah bukti bahwa ia mulai merasa nyaman.
Pengalaman ini mengajarkan saya sebuah pengalaman yang amat berharga bahwa setiap anak istimewa dan memiliki caranya sendiri untuk berkomunikasi. Sebagai guru, tugas kita adalah mencari cara untuk masuk ke dunia mereka, bukan memaksa mereka mengikuti kehendak kita.
Ketika saya berkata kepada Lara, “Geokjeongma, gwaenchanhayo.” (Jangan khawatir, tidak apa-apa), saya sadar kalimat itu juga berlaku untuk saya. Tidak apa-apa jika prosesnya lambat, yang penting adalah langkah kecil yang berarti.
Bahasa Korea, yang awalnya hanya alat hiburan bagi Lara, menjadi kunci bagi saya untuk memasuki dunianya. Bahkan hal tersebut kini menjadi jembatan bagi kami untuk saling memahami.
Bagi kami K-Drama dan K-Pop bukan hanya tentang hiburan, tetapi juga guru rahasia belajar bahasa Korea dan media yang mengajarkan cinta, kesabaran, dan pengertian.
Seperti kata-kata yang saya sampaikan kepada Lara, “ Pogi hajima, halsu isseoa, hwaiting!” (Jangan menyerah, kamu pasti bisa, semangat!) Dan kepada semua guru di luar sana, jangan pernah menyerah untuk mencari cara memahami dan memasuki dunia siswa-siswi kita. "Aja aja, hwaiting!"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI