Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru Pendidikan Khusus/Narasumber GPK/Narasumber Praktik Baik IKM

Seorang Guru Pendidikan khusus yang aktif dalam kegiatan literasi, Organisasi Profesi dan berbagai kegiatan terkait Dunia Pendidikan Khusus dan Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Gambar dan Senyum Terakhir Mentari

5 November 2024   21:38 Diperbarui: 10 November 2024   16:31 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari adalah anak yang ceria, meski terlahir dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) dan tidak mampu berbicara secara verbal. Dengan tatapan penuh kasih dan senyuman polos, ia menyampaikan perasaannya melalui gestur sederhana.

Meskipun tidak "sesempurna" anak lain, keceriaan dan antusiasme Mentari selalu mengisi rumahnya. Namun, di balik senyuman kecilnya, tersimpan pergulatan yang tak selalu mudah bagi keluarganya.

Orang tua Mentari telah mengusahakan berbagai cara agar anak mereka bisa seperti anak-anak pada umumnya. Terapi demi terapi dijalani, mereka berharap suatu hari akan mendengar kata "ayah" atau "ibu" dari bibir Mentari.

Ibu selalu menerima Mentari apa adanya, menyayanginya tanpa syarat. Tetapi ayah, meskipun menyayangi Mentari, tampak belum sepenuhnya bisa menerima keadaannya. Ayah berharap Mentari bisa menjadi anak yang "biasa," bisa bicara, bisa mengerti instruksi, tidak "berbeda."

Rasa malu itu kadang muncul ketika orang lain melihat kondisi Mentari, membuat ayah terkesan ingin "menyembunyikan" keberadaan Mentari sebagai bagian dari keluarganya.

***

Suatu hari, seorang rekan kerja ayah datang berkunjung ke rumah. Ibu menghidangkan minuman dengan Mentari yang berlarian ceria di sekitar ruangan. Di tengah keceriaan itu, tanpa sengaja, Mentari menyenggol ibu yang tengah membawa air, menumpahkannya ke meja, membasahi perangkat rekan ayah. 

Ayah marah besar, ia merasa kesal dan frustrasi karena betapa sulitnya mengatur Mentari.

"Mentari, kamu itu harus lebih tenang! Jangan terus-terusan bikin keributan di rumah!" bentak ayah, wajahnya merah menahan marah.

Ibu segera menghampiri dan berusaha menenangkan. "Sudah, yah, dia tidak sengaja. Mentari hanya ingin bermain..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun