Tepat pada tanggal 14 februari 2024 nanti rakyat Indonesia akan kembali memilih pemimpin untuk lima tahun kedepan melalui Pemilihan Umum (Pemilu).
Namun bukan hanya pemimpin Indonesia (presiden dan wakil presiden) tetapi juga diikuti oleh pemilihan DPD, DPRD RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten.
Biasanya salah satu yang ramai di perbincangkan masyarakat menjelang detik-detik pencoblosan atau Pemilihan Umum (Pemilu) adalah "serangan fajar".
Serangan fajar sendiri bisa saya artikan sebagai pemberian uang, barang, atau jasa yang dilakukan oleh seseorang calon untuk mendapatkan suara dari masyarakat di masa pemilihan umum.
Kendati begitu serangan fajar adalah praktik curang dan tidak dibenarkan dalam pemilihan umum.Â
Bahkan pelaku serangan fajar bisa dipidana penjara dan denda seperti bunyi  Undang-Undang No 7 Tahun 2016 tentang pemilu pada pasal 523 ayat 3.
"Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta".
Besaran uang serangan fajar tersebut berfariasi antara Rp. 50.000 sampai Rp. 300.000 atau bisa lebih.
Benar saja, ketika saya berbincang dengan kawan saya. Kawan saya mengatakan, bahwa uang serangan fajar itu ternyata juga ditungu-tunggu oleh sebagian masyarakat.Â
Serangan fajar ditunggu-tunggu oleh masyarakat karena untuk membeli kebutuhanya seperti, membayar kredit kendaraan bermotor, membeli beras atau kebutuhan lainnya.Â
Tak hanya itu, ada juga orang yang mengatakan akan menerima setiap uang yang diberi oleh calon. Soal nanti memilih siapa, itu urusan saat di kotak suara.
Lalu kenapa serangan fajar mudah menjangkiti masyarakat pemilih dimasa pemilihan umum seperti saat ini?.
1. Tingkat Pendidikan Pemilih yang Beragam
Dalam kontestasi pemilihan umum, masyarakat pemilih memiliki rentang pendidikan yang beragam. Mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, Perguruan tinggi hingga tidak mengenyam bangku sekolah sama sekali.
Oleh karena itu dengan beragamnya tingkat pendidikan pemilih, serangan fajar bisa saja menyasar pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah (dari tidak sekolah sampai menengah atas).
Hal itu karena perbedaan prefensi memilih yang lebih menekankan pada realita kondisi pemilih daripada soal visi-misi seorang calon yang akan dipilih.
2. Tingkat Ekonomi Pemilih yang Beragam
Selain pendidikan yang beragam, masyarakat pemilih dalam pemilihan umum juga memiliki kondisi ekonomi yang berbeda-beda.
Dari miskin, menengah hingga kaya raya. Kondisi ekonomi yang beragam itulah yang menjadi celah suburnya praktik serangan fajar di masa pemilihan umum.
Utamnya pada masyarakat pemilih yang tergolong miskin atau kurang mampu karena bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan kebutuhan hidupnya sehari-hari waktu itu.
Seperti untuk membeli kebutuhan pokok, membayar cicilan atau memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya.
3. Adanya Istilah "Wani Piro"
Isu serangan fajar bukan isu kemarin sore dalam aktifitas pemilihan umum yang di gelar di Indonesia.Â
Hal itu karena disetiap momen pilihan umum selalu ada istilah serangan fajar atau politik uang.
Bahkan saat ini ada anggapan di masyarakat jika ingin dipilih maka ada istilah "wani piro"?.Â
Lekatnya istilah tersebut dalam kaitan pemilihan umum menjadikan serangan fajar sulit untuk diberantas dan menjadi hal lumrah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
4. Adanya Hubungan Yang Saling Menguntungkan
Sudah jelas bahwa serangan fajar memiliki sifat yang menguntungkan baik bagi calon dengan masyarakat pemilihnya.
Bagaimana tidak. Seorang yang melakukan serangan fajar memiliki peluang untuk memenangkan kontestasi pemilihan umum lebih besar.
Sedangkan bagi masyarakat pemilih bisa mendapatkan uang yang bisa digunakan untuk mencukupi keperluannya.Â
Adanya anggapan itu membuat serangan fajar menjadi sulit untuk dihilangkan atau diberantas. Walaupun faktanya ada juga calon yang gagal walau sudah melakukan serangan fajar.Â
5. Pudarnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Calon Terpilih
Kendati calon dan pemilih mengetahui bahwa serangan fajar atau politik uang dilarang dan ada ancaman sangsinya.
Namun hal itu sangat sulit untuk dibuktikan, terlebih ketika masyarakat tidak pro aktif dan terkesan diam dengan adanya serangan fajar tersebut.
Itu terjadi karena pudarnya kepercayaan masyarakat terhadap seorang calon. Bahkan ada istilah di masyarakat siapapun yang jadi sama saja.
Istilah itu merujuk pada kalimat "siapapun yang terpilih hidup juga tak akan berubah tanpa kerja".Â
Memang buktinya ketika menjabat orang akan mudah lupa dengan janji yang dibuatnya dan orang yang menghantarkannya. Â
Memang sulit untuk memberantas serangan fajar atau politik uang di masa pemilihan umum seperti saat ini.
Namun kita harus tetap optimis, bahwa masih banyak masyarakat yang masih berfikir rasional dan dengan hati nurani dalam memilih calon yang akan dipilih.
Bukan hanya sekedar "wani piro" dan menunggu-nunggu serangan fajar. Â Ayo Jadi Pemilih Berdaulat!
Bangka Selatan, 5 Februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H