Indonesia merupakan kawasan rawan gempabumi, karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia, yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan Lempeng Pasifik.
Lempeng Indo Australia bergerak relatif ke utara terhadap lempeng Eurasia 7 Â cm dalam satu tahun, sedangkan lempeng pasifik serta lempeng philipina di bagian timur bergerak ke barat menumpu di pinggiran lempeng Eurasia 10 cm dalam satu tahun.
Peristiwa gempabumi merupakan peristiwa alam yang sampai sekarang belum dapat diperkirakan kapan dan berapa kekuatan gempa terjadi, oleh karena itu kita hanya bisa melakukan kesiapsiagaan dalam menghadapinya.
Kesiapsiagaan bencana merupakan tindakan  yang memungkinkan masyarakat, organisasi, pemerintah dan individu untuk mampu menanggapai suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna.
Uraian kesiapsiagaan di atas memberi arti, kesiapsiagaan bencana menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat hingga pada tingkat individu yang diharapkan mampu meminimalisir dampak (baik korban jiwa maupun material) akibat bencana.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memberikan sering informasi bagi siswa melalui aktivitas belajar-mengajar untuk mengkaji ilmu pengetahuan.
Sekolah juga merupakan lembaga yang bergerak aktif memberi kontribusi merubah paradigma anak bangsa dari cara berfikir konvensional menjadi moderen serta diharapkan mampu memberi kontribusi nyata dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Sekolah dalam prespektif kajian pendidikan bencana, merupakan lembaga yang sangat efektif dalam menularkan informasi kesiapsiagaan dan penanggulangan dalam menghadapi bencana.
Sekolah lebih mudah untuk melakukan tular informasi bencana kepada siswa yang kemudian ditransfer pada khayalak umum melalui kegiatan siswa di masyarakat.
Kesiapsiagaan bencana gempabumi di sekolah juga selaras dengan amanat UUD No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, yang mewacanakan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan ketrampilan mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana.
Melalui pendidikan diharapkan upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini bagi siswa.
Pendidikan dasar kesiapsiagan bencana gempabumi dapat dilakukan dengan lima langkah. Â Pertama, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam memahami bencana gempabumi.
Langkah pertama merujuk pada pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam membangun kemampuan terhadap ancaman atau potensi bencana gempabumi.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan siswa dapat dilakukan dengan cara menempelkan poster, mading, dan informasi yang berkaitan degan bencana gempabumi di lingkungan sekolah.
Melakukan workshop/sosialisasi bagi siswa tentang bencana gempabumi dengan menggandeng Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau Tim Tagana.
Bentuk pelatihan berisi materi-materi tentang bencana gempabumi, penanggulangan bencana gempabumi dari pra, saat, pasca dan materi penyelamatan diri ketika terjadi bencana gempabumi.
Kedua, adanya rencana tanggap darurat di sekolah. Langkah kedua merujuk pada rencana tindakan cepat dan tepat guna sekolah pada saat terjadi bencana gempabumi.
Rencana tanggap darurat dapat dilakukan dengan membuat jalur evakuasi di lingkungan sekolah.
Jalur evakuasi memuat denah yang menunjukan jalan evakuasi dan tempat berkumpul di lingkungan sekolah bila terjadi bencana gempabumi.
Jalur evakuasi bisa dipasang di kelas dan tempat strategis agar siswa mudah melihatnya dan memahaminya.
Rencana tanggap darurat dapat dilakukan dengan mempersiapkan TIM P3K dengan induk Unit Kesehatan Sekolah dan peralatan pertolongan pertama untuk menjadi bagian pertolongan secara cepat bila sewaktu-waktu terjadi bencana gempabumi.
Persiapam TIM P3K dilakukan dengan menggandeng anggota tim penanggulangan bencana daerah untuk  melakukan pelatihan pertolongan pertama bila terjadi bencana gempabumi di sekolah.
Ketiga, adanya sistem peringatan bencana di sekolah. Langkah ketiga merujuk pada kemampuan sekolah dalam membentuk suatu sistem baik berupa alat maupun komunikasi, dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam mengahadapi bencana gempabumi.
Sistem peringatan bencana dapat dilakukan dengan membuat sumber informasi bencana misalnya: bel, sirine, lonceng, atau kentongan.
Adanya layanan informasi sekolah baik berupa media elektronik dan cetak serta no penting (Polisi, BPBD, Tim Tagana, Pemadam  Kebakaran) yang dapat memberikan informasi tentang peringatan gempabumi.
Pemberlakuan sistem peringatan bencana harus di sosialisasikan dan disepakati oleh siswa dan warga sekolah agar terjadi kesepahaman langkah penginformasian peringatan bencana gempabumi.
Keempat, Â mobilisasi sumber daya. Langkah keempat merujuk pada kemampuan sekolah dalam menyiapkan sumber daya manusia, sarana, serta finansial dalam rangka kesispsiagaan menghadapi bencana gempabumi.
Mobilisasi sumber daya dapat dilakukan dengan melakukan simulasi terjadinya bencana gempabumi dengan menggandeng Badan Peanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau Tim Tagana yang diikuti oleh siswa dan warga sekolah.
Membentuk Tim tanggap bencana yang disalurkan pada kegiatan ekstrakulikuler pramuka, Â Hal tersebut bertujuan membekali siswa akan langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan kesiapsiagaan bencana gempabumi atau penanggulangan bencana gempabumi pada tahap sebelum bencana gempabumi terjadi, tahap saat bencana gempabumi terjadi, dan tahap setelah bencana gempabumi terjadi.
Kelima, kebijakan dan panduan. Langkah kelima merujuk pada kebijakan dan panduan sekolah dalam mengintegrasikan muatan pendidikan bencana gempabumi dalam pembelajaran siswa di dalam kelas.
Kebijakan pengintegrasian muatan materi bencana gempabumi dapat dilakukan pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah Atas/Kejuruan dengan mengintegrasikan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Pendidikan Geografi.
Muatan materi kesiapsiagaan bencana gempabumi dapat diajarkan pada sub pembahasan proses pembentukan muka bumi serta mitigasi dan adaptasi bencana alam di permukaan bumi.
Mutan kedua materi tersebut, bisa ditambahkan oleh guru tentang daerah rawan bencana gempabumi di Indonesia, langkah-langkah kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempabumi dan kegiatan penanggulangan bencana gempabumi. Â
Peran aktif sekolah dalam pendidikan kesiapsiagaan bencana gempabumi diharapkan dapat menambah wawasan siswa dalam kegiatan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana gempabumi, sehingga dapat meminimalisasi korban jiwa atau materi akibat bencana gempabumi.
Catatan:
Pada tanggal 3o Juni 2023, gempabumi kembali mengguncang Bantul, Yogyakarta dengan maknitudo 6.6.Â
Semoga gempa bantul tidak menimbulkan korban luka dan jiwa. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H