Mohon tunggu...
Nadine Putri
Nadine Putri Mohon Tunggu... Lainnya - an alter ego

-Farmasis yang antusias pada dunia literasi, anak-anak, dan kamu. Penulis buku novela anak Penjaga Pohon Mangga Pak Nurdin (LovRinz 2022).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tanjakan Sari Asih

30 September 2022   01:03 Diperbarui: 30 September 2022   01:05 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sesaat Joko terlihat menahan napas. Bukan karena takut seperti ketiga rekannya, tapi ia malah merasa tertantang bertemu sosok kuntilanak itu. Setiap malam ia sengaja melewati tanjakan Sari Asih, karena selepas magrib, di sana tidak ada akses angkutan umum. Tapi entah sial atau malah beruntung, sejak empat bulan yang lalu Joko diterima bekerja ia belum pernah sekalipun bertemu dengan hantu kunti itu. 

Daerah tanjakan Sari Asih, konon, di sana memang terkenal angker. Dulu banyak kecelakaan terjadi karena kondisi jalan yang menanjak dan berkelok. Karena itulah, kata penduduk setempat banyak arwah penasaran yang gentayangan. Dan, konon katanya lagi, hantu di sana sering menampakkan diri meniru orang-orang yang kita kenal. 

"Ah, dasar penakut semua! Mana mungkin orang meninggal bisa hidup lagi?!"

"Hei, Drun! Yakin, itu bukan halusinasimu saja? Waktu itu mungkin kamu kecapekan. Sebab, setiap hari aku lewat sana, nggak pernah tuh, diganggu setan atau hantu apalah seperti yang kamu ceritakan barusan." 

"Ah, kamu belum dapet rezeki aja ketemu 'Mbak Kun' kayak aku kemarin, Jok! Semoga saja nanti malam kamu bisa kencan sama dia, ya! Hiii ...!" Badrun pura-pura bergidik ngeri. 

"Halah, wis, ah! Dengerin si Badrun ngoceh bisa-bisa nggak kebagian penumpang aku nanti," ujar Joko sambil menghabiskan sisa air kopinya yang tinggal separuh. "Mbak Nah, ini catat dulu, ya!" teriak Joko pada Mbak Nah sambil menunjuk gelas kopinya yang telah tandas.

Mbak Mirnah, pemilik warung kopi itu hanya meringis menanggapi kebiasaan para sopir taksi itu, mau tak mau ia mencatat utang-utang mereka. Selalu begitu, dan seolah-olah Mbak Nah harus memaklumi. 

"Jok, hati-hati, ya! Bismillah dulu kalo mau jalan," kelakar Badrun disambut gema tawa yang lain.  Dari seberang warung Joko hanya tersenyum kecut sambil mengepalkan telapak tangannya kepada mereka. 

Joko memacu taksinya menuju pusat kota. Saat itu jam digital di dasbor menunjuk angka dua satu titik tiga lima. Joko masih berputar-putar di tengah kota, menikmati semarak kerlap-kerlip lampu di sekitar alun-alun dan sedikit memainkan gas dan kopling ketika melewati kemacetan di sana. Kemudian Joko menyisir jalan menuju pinggir kota. Masih sepi penumpang.

 "Sepertinya malam ini orang-orang lebih memilih jalan kaki. Sepi sekali." 

Agak lama Joko melamun di belakang kemudi. Tanpa terasa lamunan membawanya menuju tanjakan Sari Asih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun