Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Monostatus dan Strategi Pengembangan SDM Dana Pensiun

2 September 2022   20:41 Diperbarui: 2 September 2022   20:51 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bu Sri bilang Indonesia perlu mereformasi tata kelola Dana Pensiun, sehingga kesejahteraan peserta pensiunan semakin baik,namun tidak membebani APBN. Pada saat yang sama, Pak Erich Tohir menyatakan tentang kondisi Dana Pensiun yang memerlukan pembenahan. Lantas bagaimana isu lain yang mengemuka demi Indonesia yang semakin sejahtera?

(1) Mengerti tentang konsepsi Tanggung Jawab vs Tanggung Gugat

(2) Monostatus dalam Strategi SDM Dapen

Tulisan ini telah dipublikasikan di Warta ADPI Edisi Juli -- Agustus 2022, saya kutipkan langsung dengan tujuan sosialisasi gagasan dan siapa tahu juga berkontribusi untuk pengembangan SDM Dana Pensiun.

............ (Endepe, 2.9.2022)

KOLOM, MAJALAH INFO DANA PENSIUN

MONOSTATUS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SDM DANA PENSIUN

Pendahuluan

Tulisan ini dipicu oleh diskusi penulis dengan mitra baik akademisi maupun praktisi organisasi Dana Pensiun. Dengan demikian, penulis merasa perlu untuk disclaimer, bahwa situasi ini tidaklah representasi dari institusi tempat penulis bekerja, melainkan secara general sangat mungkin terjadi pada banyak atau bahkan semua organisasi Dana Pensiun.

Situasi tersebut adalah adanya dobel status atas karyawan Dana Pensiun, atau bahkan Tripel.

Dobel jika merujuk kepada situasi di mana ada karyawan atau SDM (Sumber Daya Manusia) yang memiliki status sebagai "Pegawai Organik Dana Pensiun", dan ada juga yang merupakan "Pegawai Penugasan Dari Pendiri".

Tripel status jika ada juga klaster ke tiga yakni "Pegawai Non Organik" atau karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau PKWT.

Hadirnya situasi karyawan yang berbeda status tersebut, ada sisi positif sisi kurang positifnya. Positif jika ada interaksi dan saling sinergi, sehingga lintas karyawan aka nada saling pembelajaran, gotong royong, dan belajar berelasi dalam konteks organisasi yang multi kultural. Sangat mungkin bahwa karyawan dari Pendiri, membawa budaya yang berbeda dengan budaya karyawan "Asli" Dana Pensiun.

Karyawan organik Dana Pensiun atau yang diidentikkan dengan "Karyawan Asli", punya kelebihan sisi historis dan psikologis kepada organisasi. Sementara Karyawan "Penugasan" dari Pendiri, memiliki keunggulan dari sisi transformasi organisasi dan ide-ide pembaharuan sesuai aspirasi Pendiri.

Lantas, bagaimana upaya monostatus dan strategi pengembangan SDM Dana Pensiun untuk optimalisasi organisasi Dana Pensiun? Optimalisasi yang identic dengan efisiensi, kinerja tinggi, dan kesinambungan organisasi di masa depan?

Mengapa Monostatus Menjadi Penting

Saya akan mengutipkan pandangan Bapak Arif Hartanto (2022) tentang tantangan organisasi Dana Pensiun memasuki decade ke 4 setelah UU Dana Pensiun dirilis pada tahun 1992. Sebagaimana pendapat beliau yang berjudul "Dana Pensiun Setelah Tiga Dasa Warsa UU DP"  bahwa dari 9 (Sembilan) permasalahan yang dihadapi Dana Pensiun, terdapat 2 hal utama yang sangat urgen untuk dicarikan solusi secepatnya;

Pertama, masih adanya kekurangpahaman Pendiri dan Pengawas tentang Program Pensiun, sehingga sering terjadi misinterpretasi antara kedua organ tersebut dengan Pengurus.

Kedua, Perlunya meningkatkan kapabilitas SDM, masih lemahnya analisa dan monitoring investasi termasuk perlunya kebijakan cut loss yang lebih prudent (penuh kehati-hatian).

Kalau kita melihat kedua hal tersebut, pada satu sisi permasalahan organisasi Dana Pensiun disebabkan oleh elit yakni pada Pendiri, Pengawas, dan bahkan Pengurus. Dan hal yang kedua, terjadi pada grassroot yakni para SDM nya yang kapabilitasnya saja juga menjadi pertanyaan besar?

Dalam perspektif ini, penulis berkeyakinan bahwa fundamental masalah adalah karena status karyawan yang dobel atau bahkan tripel sebagaimana telah diuraikan di depan. Bahwa akibat banyak status, maka relasional antar karyawan sangat mungkin tidak optimal, sehingga berpengaruh terhadap kinerja organisasi. 

Contohnya adalah karyawan penugasan Pendiri, sebagian berhati mulia dengan berbaur dan sinergi dengan karyawan organik Dana Pensiun. Namun pasti ada juga yang kurang mulia dengan merasa sebagai kasta yang lebih tinggi, dan realita lain adalah memang karyawan penugasan terkadang punya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi ketimbang karyawan 'Asli".  

Akibatnya, transfer knowledge dan sinergi antar SDM dapat kurang optimal.  Hal ini ada yang mengatakan bahwa salah satu masalah SDM adalah adanya silo-silo dalam organisasi, gap dan saling merahasiakan kerja padahal harusnya gotorng royong dan saling berbagi kompetensi.

Maka Solusinya adalah semua karyawan yang berdinas di Dana Pensiun, atau dimutasi ke Dana Pensiun, atau dipekerjakan, idealnya diubah menjadi Monostatus; semua menjadi karyawan organik Dana Pensiun dengan standar kesejahteraan dan pengembangan yang memenuhi syarat organisasi Dana Pensiun. 

Namun demikian, timbul tantangan baru, bahwa sejatinya juga karyawan penugasan dari Pendiri pun, tidak happy manakala ditempatkan di Dana Pensiun. Sebab, kesejahteraan dapat jatuh dan komunikasi administrasi akan semakin rumit karena beberapa kesejahteraan akan hilang ketika SDM dimutasi ke Dana Pensiun.

Inilah yang juga menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pendiri, Pengawas dan Pengurus. Bagaimana mengembangkan SDM dengan focus tidak saja peningkatan kompetensi, namun juga kesejahteraan yang lebih layak atau standar yang wajar. 

Bukan rahasia lagi, bahwa sebagian organisasi Dana Pensiun memiliki kompetensi dan sekaligus kesejahteraan yang kurang memadai, sehingga berujung kepada kinerja yang tidak optimal.

Bahkan ada yang menggelikan, bagaimana mungkin standar remunerasi yang digunakan adalah regulasi internal yang dibuat sudah lama, cenderung kadaluwarsa, namun tidak ada upaya kongkret untuk mengubahnya? Maka diharapkan dengan Monostatus SDM Dana Pensiun, setidaknya ada langkah sebagai berikut;

1)  SDM akan lebih tenang dalam bekerja, dengan jaminan pengembangan kompetensi sekaligus kewajaran remunerasi.

2)  SDM akan lebih terstandardisasikan, baik dari sisi rekruitmen, pengelolaan, pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan, sampai purna tugas selepas dari organisasi

3)  SDM lebih efisien dengan tata kelola yang lebih memenuhi good corporate governance, sehingga organisasi Dana Pensiun lebih mudah melakukan transformasi dan akselerasi performansi, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.

Pengembangan SDM Dana Pensiun

Dengan demikian, monostatus SDM Dana Pensiun tidak hanya mengubah dobel atau triple status SDM menjadi Status Tunggal, namun juga wajib dibarengi dengan program-program pengembangan SDM. Dalam forum diskusi lintas organisasi, ditemukenali ada pengambil kebijakan yang sangat senang melakukan rotasi jabatan, dengan alasan penyegaran,namun tidak dibarengi dengan program pengembangan kompetensi.

Akibatnya, proses adaptasi pegawai terhadap tantangan bekerja, menjadi lambat. Karyawan pun dapat dituduh berkinerja rendah, padahal sangat mungkin karena ada program rotasi besar-besaran, namun tidak diikuti dengan pembekalan atau transfer kompetensi secara cepat.

Ketentua OJK terkait pengembangan SDM dapat kita kutipkan sebagai berikut;

 

Sumber: OJK.go.id, diakses 10 Agusttus 2022
Sumber: OJK.go.id, diakses 10 Agusttus 2022

Secara normative regulative, memang ada urgensinya kita merujuk kepada cetak biru (Blue Print) pengembangan SDM Dana Pensiun dengan merujuk  OJK dimaksud. Keempat pilar sebagaimana dalam gambar menunjukkan, bahwa kompetensi SDM adalah isu utama yang perlu untuk diperhatikan dan dilakukan solusi terbaik.

Dalam konteks organisasi Dana Pensiun, hiruk pikuk tata kelola Dana Pensiun yang masih memprihatinkan, sangat mungkin penyebab utamanya juga memang terkait SDM.

Maka menurut hemat penulis, Monostatus SDM Dana Pensiun dapat menjadi strategi utama dalam optimalisasi kinerja organisasi, dengan syarat ditindaklanjuti dengan program-program pengembangan kompetensi, pengukuran kinerja, dan sekaligus perbaikan remunerasi.

Teknologi digital yang menjadi kebutuhan utama dewasa ini, juga perlu untuk diakselerasi pada organisasi Dana Pensiun. Artinya perlu percepatan teknologi.

Bila kita melakukan acuan kepada OJK, maka kita juga dapat belajar bahwa Dana Pensiun juga perlu untuk memiliki Cetak Biru Pengembangan SDM. Penulis mengusulkan secara teknis, misalnya, bahwa setiap pengelola Dana Pensiun untuk berdiskusi merumuskan strategi Monostatus SDM Dana Pensiun, Tantangan Kompetensi, Remunerasi,dan Adaptasi Digital Teknologi.

Benchmark ke OJK bahwa ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa perlu disusun Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025.

Antara lain Pertama, adanya transformasi digital yang berlangsung saat ini perlu didukung dengan sumber daya manusia yang memadai.

Kedua, bahwa implementasi tata kelola, risiko dan kepatuhan memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas

Ketiga, bahwa ksenjangan kompetensi sumber daya manusia saat ini masih tinggi;

Keempat, bahwa dinamika perubahan global yang perlu diantisipasi dalam pengembangan sumber daya manusia,

Kelima, bahwa pertumbuhan sektor jasa keuangan syariah perlu didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas.

Dari kelima tantangan di atas, semuanya bermuara kepada urgensi peningkatan kompetensi SDM dalam sektor keuangan, termasuk organsisasi Dana Pensiun.

Simpulan Saran

Dengan uraian di atas, ada simpulan yang dapat disampaikan di sini;

Pertama,bahwa monostatus SDM Dana Pensiun perlu untuk dirumuskan dan dieksekusi dengan focus standardisasi kompetensi, dan jangan lupa, standardisasi remunerasi.

Kedua, digitalisasi adalah kebutuhan nyata, sehingga memang setiap Dana Pensiun wajib mengalokasikan anggaran khusus untuk upgrading teknologi digital ini. Bukan sekedar sebagai program formal atau bahkan sekedar mengisi alokasi dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP). Bila mana perlu, Asosiasi Dana Pensiun (ADPI) melakukan survey pada setiap Dana Pensiun,sebenarnya berapa % anggaran operasional Dana Pensiun dialokasikan pada upaya digitalisasi? Dengan demikian, Asosiasi pun juga dapat mengakselerasi organsisai Dapen.

Ketiga, pembinaan dan pengawasan oleh regulator OJK juga perlu ditingkatkan secara proaktif, bukan re-aktif, sebab sebagian proses pembinaan ada yang masih bersifat re-aktif sehingga menyibukkan Dapen dalam korespondensi dengan OJK, bukan ke program peningkatan kinerja itu sendiri.

Sarannya adalah, kita semua pengurus, pengawas,pendiri, regulatory body, dan semua karyawan, perlu gotong royong agar kinerja Dapen semakin cemerlang di masa kini dan mendatang. Mengapa demikian, sebab sejatinya Monostatus dan Pengembangan SDM Dapen memiliki implikasi panjang dan serius terkait kesungguhan para pihak dalam mengelola dana pension.

Jangan sampai Dana Pensiun dikelola dengan kurang optimal berkinerja, yang fundamental masalah sejatinya ada pada Tata Kelola SDM.

Wallahu'alam. (ndp)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun