Singkat cerita, depresi dan hidup tanpa pengharapan adalah pemicu banyak kejadian bunuh diri. Faktor dominan adalah faktor psikologi manusia, dan bukan ekonomi.
Langkah Edukasi Mental
Agama (formal) dapat dikatakan semakin minim perannya dalam mengedukasi manusia. Agak kontroversial, namun kita lihat agama tidak menjadi alasan untuk tidak bunuh diri. Seharusnya seseorang yang beragama, apalagi di Indonesia, tidak akan berani memutuskan untuk bunuh diri. Alternatif solusi dalam konteks ini ada 3, yakni;
Pertama, pendidikan agama direvisi total dengan fokus untuk meningkatkan ideologi hidup, kesehatan mental dan keberanian untuk hidup. Ritual tetap diperlukan, namun lebih penting bagaimana agar ritual agama semakin bermakna dengan pendalaman individu terhadap eksistensi diri dan keTuhanan.
Kedua, lingkungan keluarga. Keluarga adalah fondasi utama dalam menanamkan sikap mental untuk mampu berjuang menghadapi hidup. Andree Wongso (2013) -- seorang motivator - mengatakan, siapa yang lunak terhadap diri sendiri, maka dunia akan keras terhadapnya, sementara siapa yang keras (disiplin) terhadap diri sendiri, maka dunia akan lunak (mudah ditundukkan). Menanamkan anak dan keluarga dengan disiplin dan kuat mental adalah penting, termasuk dengan keteladanan.
Ketiga, hendaknya didukung oleh media massa baik cetak maupun elektronik. Sudah jamannya, media massa bergaul dan masuk jauh ke dalam tata nilai (values) pemirsa, yang pada akhirnya mempengaruhi paradigm berpikir seseorang terhadap hidup.
Sumbu pendek, pragmatism hidup, dan pola pikir instan akhirnya menyebabkan seseorang menjadi lemah mental dan mudah putus asa sampai kepada ketidakmampuan mengahapi stressor, dan akhirnya akan membawa individu dalam situasi depresi dan tanpa harapan.
Realita bunuh diri memang perlu dihadapi dengan multiperspektif. Di balik itu semua, dimensi psikologis tampaknya dominan sehingga kita pun perlu melakukan langkah penting terkait dengan upaya kita meningkatkan kualitas psikologi individu yang bercirikan kuat mental, sehat secara sosial spiritual moral, dan juga keberanian untuk menghadapi hidup yang sejatinya memang selalu penuh tantangan. (*)
BUNUH DIRI, REALITAS EKONOMI ATAU PSIKOLOGIS ?
Oleh: Nugroho Dwi Priyohadi*, naskah artikel pribadi, silakan dikutip dengan sitasi penulisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H