Pertama, Banjarmasin adalah sebuah peradaban lama yang sudah kesohor di masa lampau. Peradaban sungai dan kemaritiman, adalah ikonik Banjarmasin yang perlu untuk terus dikampanyekan. Bilamana perlu, juga penting untuk di-insert ke dalam kurikulum Pendidikan Kampus Merdeka Merdeka Belajar, di mana pemahaman siswa, mahasiswa, bahkan dosen sekalipun penting untuk ditingkatkan terkait dengan sejarah panjang Peradaban Maritim Banjarmasin.
Kedua, Banjarmasin adalah jejak peradaban keraton Nusantara, yakni Kesultanan Banjarmasin, yang sampai saat ini dapat dikatakan belum proaktif untuk terlibat dalam industry wisata maritime. Jaringan masa lampau ke Belanda semasa kolonialisme, dan jaringan Kerajaan Nusantara, idealnya adalah sebuah argumentasi yang sangat kuat untuk meningkatkan peran Kesultanan Banjarmasin dalam upaya meningkatkan daya Tarik wisata maritime Kalimantan Selatan. Tokoh-tokoh heroic seperti Pangeran Antasari, Demang Leman, Jenderal Hasan Basri, yang adalah juga pahlawan nasional, akan menambah daya Tarik wisata maritime Banjarmasin dan atau Kalimantan Selatan.
Wisatawan yang peduli sejarah, pasti akan bertanya di manakan situs Kesultanan Banjarmasin yang tersohor di jamannya itu? Adakah jejak peradaban yang bisa dikunjungi dan dipelajari? Adakah karya literasi yang masih terawetkan hingga saat ini?
Ketiga, kekayaan alam yang berlimpah masih belum dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di bidang maritime. Sebagaimana diketahui, alur Sungai Barito membawa komoditas alam yang masih sangat seksi saat ini yakni batubara. Nilainya sangat spektakuler, sebab asumsikan saja ada produk eksplorasi batu bara sebanyak 1 juta metric ton, harga komoditasnya 120 US $, maka ada sirkulasi uang tidak kurang dari 120 juta US$.
Bagaimana jika volume batu bara tersebut setiap tahunnya lebih dari 10 juta metric ton? Wow wow..., silakan pebisnis menghitung sendiri. Penulis di sini hanya terinspirasi, bagaimana jika dari pendapatan nasional atas komoditas alam tersebut, juga dialokasikan untuk pengembangan industry wisata maritime. Anggaplah dipungut 1% dari total revenue, ini adalah hitungan awam, maka akan diperoleh dana tidak kurang dari 1,2 juta US$ setiap tahun dari sirkulasi uang 120 juta US$. Jika 4 kali, ya tinggal dikalikan.
Dana tersebut dapat digunakan untuk memberikan beasiswa Putra Kalsel Berprestasi yang studi di bidang Maritim, misalnya Nautikal, Fisheries, atau Tata Laksana. Selain itu juga dapat untuk pengembangan sarana dan prasarana wisata kemaritiman. Atau peningkatan Bahasa asing untuk petugas terkait wisata.
BUMD DAN FOKUS INDUSTRI WISATA MARITIM
Lantas, bagaimana tindak lanjut kongkret atas gagasan yang berkembang dimaksud?
Secara kongkret, dapat dibentuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dengan focus tiga hal yakni;
Pertama, pemetaan potensi wisata sekaligus memproyeksikan potensi pendapatan yang dapat digali. Pendapatan ini tidak harus pendapatan langsung (direct revenue), melainkan juga indirect revenue atau multiplier effect ( dampak berganda) atas keberadaan objek wisata maritime. Misalnya tumbuhnya industry penginapan, transportasi, permakanan dan kulineri, souvenir, dan bahkan sampai bergeraknya transportasi lintas pulau baik laut darat maupun udara.
Sebagai contoh pegembangan wisata mairim, dapat dibentuk Museum Maritim atau Pusat Kota Maritim. Eksisting sebenarnya ada Sahabat Bekantan Indonesia yang memiliki pusat konservasi Habitat Bekantan di Pulau Curiak. Ini dapat dioptimalkan sebagai salah satu ikon Wisata Maritim Kalimantan Selatan.