Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pak Dosen Hobi Bimbingan Sambil Sambilan

16 November 2021   13:37 Diperbarui: 16 November 2021   14:13 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katakanlah kebenaran itu meskipun pahit. Dunia kampus dengan profesi terhormat, kok ada yang suka mojok dengan mahasiswinya dengan alasan bimbingan. Bimbingan dari Hongkong apa ya....hehe

Maka mengemukalah gosip membesar yakni pelecehan seksual.

Selai itu, pada saat yang sama menyusul kian terbukanya narasi tentang pelecehan seksual di kampus, Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi. 

Tujuannya pasti mulia, yakni mencegah dan mengatasi masalah yang kadang dimasukkan dalam ranah privat.

Padahal itu kriminal pidana biasa. Artinya bisa ditindak dengan cepat oleh polisi.

Namun, korban bisa malu karena ketahuan sebagai bagian dari tindakan seksua. Bisa tambah malu, populer akan digosip karena dugaan dugaan, dan laporan-laporan. 

Yang dilaporkan malah bisa mengingkari, dan menghindar dari tuduhan dengan minta saksi dan bukti.

Maka, ada pasal bahwa yang dimaksud dengan pelecehan seksual adalah "tindakan tanpa seijin kedua belah pihak, atau tidak ada intensi dari semua pihak">

Sialnya, itu diartikan "Kalau suka sama suka berarti bukan pelecehan seksual", dan diterjemahkan lebih jauh "berarti di kampus boleh begini begituan asal suka sama suka".

Walahhhhh................. warga Wakamba memang cerdik amir. Semua bisa ditafsir.

Maunya melindungi korban, malah diartikan permisifisme.


Di sisi lain, jebulnya memang ada laporan pelecehan seksual, yang berakhir damai tidak ada pidana, dengan alasan "pelaku merasa tidak ada pemaksaan terhadap korban".

Binunkkk.....

Maka, Permendikbudristek ini lantas menuai protes dari sejumlah orang lantaran mengandung poin yang dimaknai bakal melegalkan perzinahan di luar nikah.

Saya ingin menyampaikan opini 3 hal saja biar ringkas; 

(1) Kejadian semacam ini sudah berlangsung lama, baik ada korban maupun tidak. 

Maka memang dari sisi satu, Permendikbud ini dikesankan seperti UU Baru yang mengatur adanya relasi seksual.

Bisa jadi itu tafsir yang berlebihan.

Bisa jadi jangan-jangan memang ada liberalisasi seksual lewat konstitusional.

Intinya dosen mahasiswa, mahasiswa - mahasiswi, atau bahkan mahasiswa-mahasiswa alias eljibiti, ada kesan diberi ruang denga pola "asal tidak ada pemaksaan".

Ini yang menjadi poin kontroversial. Maka idealnya permendikbud memang mengatur dari aspek moralitasnya saja, jangan sampai membuat definisi baru terhadap terminologi "pelecehan seksuak".

Sebab, itu adalah ranah hukum, bukan di wilayah pendidikan. 

(2) Membuat MoU dengan Kepolisian untuk Penanganan Predator Seksual 

Mungkin justru ini perlu dibuat oleh pengelola pendidikan dengan MoU dengan pihak kepolisian. Intinya akan memproses pelaku kejahatan seksual dengan tetap melindungi korban.

Bukan sebaliknya. Korban malah terpublikasikan dan pelaku malah lepas tidak tertangkap.

Security kampus juga perlu diberdayakan untuk mampumelakukan penyelidikan, setidaknya mampu mengumpulkan data dan fakta.

Dosen kalau terbukti melakukan pelecehan seksual, kaau hukum syariah ya dihukum mati.

Namun hukum di negara kita bukan syariah, maka perlu dihukum dengan seberat-beratnya.

Ada teman saya yang mengatakan, penjara saja nanti pelaku kejahatan seksual juga akan dihukum oleh teman sepenjaranya.

Atau bunuh diri di penjara. 

(3) Penegakan hukum dan pencerdasan aparatur hukum.

Permendikbud itu menjadi bukti bagaimana peratura menteri bisa kebablasan masuk dalam ranah hukum pidana.

Mungkin pembisiknya orang orang yang pinter keblinger. 

Atau maksud baik namun tidak mampu sosialisasi dengan baik.

Jikalau maksudnya memang baik, konsultasikan dulu dengan pemangku kepentingan.

Ya masak permendikbud malah ditentang oleh orang kampus, yang notabene akan dibelanya?

Sampai Muhammadiyah pengelola lembaga pendidikan yang banyak, juga ikut mempertanyakan permendikbud tersebut.

Jangan sampai kembali ada opini, mungkin pak menteri lebih cocok sebagai menteri hukum dan ham, bukan mendikbud.

Sebagai closing, kok ya mesti ya kok ya mesti kebijakan bikin gaduh baru dibuat sosialisasi atau penyamaan persepsi?

Atau sengaja dibuat gaduh? Ya biar apa?

Ya biar ditulis di kompasiana. Hehehe....binunk.... (16.11.2021-Endepe) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun