Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Kabar Duka Cita dari Bulutangkis

24 Januari 2021   10:04 Diperbarui: 24 Januari 2021   10:33 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi bukan itu yang ingin saya soroti di sini.

PENDUDUK BANYAK KOK BEGINI 

Menurut saya, tidak ada alasan bagi pemain Indonesia untuk tidak unggul dalam setiap kejuaraan badminton dunia. Kita punya 270 juta penduduk yang secara lahiriah sudah unggul dalam cabang olah raga ini. Seperti orang Norwegia yang terlahir dengan ski di kakinya, orang Indonesia terlahir dengan raket di tangannya.

Dibandingkan dengan Denmark yang "cuman" 5.8 juta, Singapur 5.7 juta, atau Hong Kong 7.5 juta. Kekalahan hari ini sungguh menyedihkan dan merupakan puncak dari gunung es yang menurut saya pribadi perlu segera dibenahi di tanah air. Besok Denmark punya all Danish final untuk cabang single laki-laki, Korea all Koreans final di cabang double perempuan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa prestasi atlet banyak dipengaruhi oleh situasi politik di dalam negeri. Masalah pembibitan dan pembinaan yang sempat diributkan oleh segelintir manusia berkaitan dengan "label rokok" merupakan contoh situaasi yang terus terang tidak saya fahami.

Di negara maju, masalah pembibitan dan pembinaan baik di bidang olah raga maupun yang lain dimulai sejak dini dan dilakukan secara terintegrasi.

Anak laki-laki saya mulai bermain sepak bola sejak SD. Ada tim lokal sekolah yang diasuh oleh beberapa orang tua. Berangsur semakin besar, maka latihan menjadi lebih serius. Ada klub lokal yang bekerja sama dengan sekolah dalam proses pembinaannya. Ada kejuaraan dan pertandingan yang rutin diadakan secara berkala. Anak-anak yang berbakat dan memiliki minat bisa mengikuti program yang "lebih serius". 

Setahu saya tidak ada politik yang membedakan apakah bakat tersebut berwarna hitam, putih, coklat atau kuning. Apalagi urusan agama. Murni masalah bakat dan minat. Anak laki-laki saya memilih sepak bola sebagai rekreasi, jadi dia tidak mau terlalu serius seperti degaard atau Haaland .

Setiap orang terdaftar dalam sistem yang berlaku nasional. Prestasinya tercatat di sana. Jadi dengan mudah bisa dilacak rekam jejak setiap atlet di Norwegia.

Masalah beberapa Menteri Olah Raga, termasuk seorang Mallarangeng, yang tersangkut kasus korupsi merupakan masalah yang saya tidak fahami.

Yang saya rasakan sekarang hanya kekecewaan dan pesimisme, bahwa kelak tidak ada lagi tim nasional yang bisa saya saksikan di kejuaraan level internasional. (VR)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun