Sangat terkejut saya mendengarnya. Siapa yang telah meninggalkan kita di dunia bulutangkis? Mengapa kabar itu justru mencuat di Norwegia? Mari kita ikuti kisah-kisah di hari ahad, 24 Januari 2021 yang terus berjalan di tengah pandemi yag tobyat ini belum bisa berhenti.
Norwegia boleh berbangga dengan ski es dan mainan salju, bulutangkis adalah kebanggaan Indonesia. Namun ada kabar duka cita. Siapa yang meninggal? Mengapa berduka cita?
Kabar ini justru beredar dari Norwegia. Mentor saya, Pak Vincent kembali berkisah kisah mengenai sisi lain dari dunia salju di belahan utara sana. Namun kali ini, beliau berduka tentang bulutangkis kita.
Mari kita simak lika liku kabar duka ini:
Ini hari, hari yang menyedihkan bagi dunia perbulutangkisan Indonesia. Tidak ada satu pun pemain kita yang lolos ke final besok, Toyota Thailand Open 2021.
Bagi saya, mengikuti kejuaraan bulu tangkis dunia adalah satu kegiatan yang sering saya lakukan dan merupakan satu kebanggaan karena para pemain Indonesia selalu bisa menunjukkan prestasinya.
Namun, tidak hari ini.
Padahal tim Jepang dan China absen dari kejuaraan ini.
Minions tidak main karena COVID-19.
Tapi bukan itu yang ingin saya soroti di sini.
PENDUDUK BANYAK KOK BEGINI
Menurut saya, tidak ada alasan bagi pemain Indonesia untuk tidak unggul dalam setiap kejuaraan badminton dunia. Kita punya 270 juta penduduk yang secara lahiriah sudah unggul dalam cabang olah raga ini. Seperti orang Norwegia yang terlahir dengan ski di kakinya, orang Indonesia terlahir dengan raket di tangannya.
Dibandingkan dengan Denmark yang "cuman" 5.8 juta, Singapur 5.7 juta, atau Hong Kong 7.5 juta. Kekalahan hari ini sungguh menyedihkan dan merupakan puncak dari gunung es yang menurut saya pribadi perlu segera dibenahi di tanah air. Besok Denmark punya all Danish final untuk cabang single laki-laki, Korea all Koreans final di cabang double perempuan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa prestasi atlet banyak dipengaruhi oleh situasi politik di dalam negeri. Masalah pembibitan dan pembinaan yang sempat diributkan oleh segelintir manusia berkaitan dengan "label rokok" merupakan contoh situaasi yang terus terang tidak saya fahami.
Di negara maju, masalah pembibitan dan pembinaan baik di bidang olah raga maupun yang lain dimulai sejak dini dan dilakukan secara terintegrasi.
Anak laki-laki saya mulai bermain sepak bola sejak SD. Ada tim lokal sekolah yang diasuh oleh beberapa orang tua. Berangsur semakin besar, maka latihan menjadi lebih serius. Ada klub lokal yang bekerja sama dengan sekolah dalam proses pembinaannya. Ada kejuaraan dan pertandingan yang rutin diadakan secara berkala. Anak-anak yang berbakat dan memiliki minat bisa mengikuti program yang "lebih serius".
Setahu saya tidak ada politik yang membedakan apakah bakat tersebut berwarna hitam, putih, coklat atau kuning. Apalagi urusan agama. Murni masalah bakat dan minat. Anak laki-laki saya memilih sepak bola sebagai rekreasi, jadi dia tidak mau terlalu serius seperti degaard atau Haaland .
Setiap orang terdaftar dalam sistem yang berlaku nasional. Prestasinya tercatat di sana. Jadi dengan mudah bisa dilacak rekam jejak setiap atlet di Norwegia.
Masalah beberapa Menteri Olah Raga, termasuk seorang Mallarangeng, yang tersangkut kasus korupsi merupakan masalah yang saya tidak fahami.
Yang saya rasakan sekarang hanya kekecewaan dan pesimisme, bahwa kelak tidak ada lagi tim nasional yang bisa saya saksikan di kejuaraan level internasional. (VR)
--
MASYAK GANTI MENTERI ?
Nah lo, gimana gak duka cita jika situasi prestasi bulutangkis seperti itu. Mau tidak sedih bagaimana, dan apa upaya Menpora untuk mengenjot prestasi olah raga. Tapi, kok sebagian orang malah tidak kenal siapa menpora kita saat ini ya ? Oh iya, namanya Pak Zainudin Amali. Nah, pak menteri, pigimini nih pristisi bilitingkis ini.... misik diki cita simpi tidik dikitihii...
Kipin bilitingkis diniikkin pimirnyi ligi?
Cape deh...., semoga curhatan pak Vincent didengerin Menpora, sebab di sebelah sudah mengemuka pingin punya mempora yang namanya mas Agus Yudhoyono, biar lebih muda, katanya sih..
Sebelah pingin menporanya Fadli Zon biar diomeli kalau atlet tidak berprestasi, malah ada yang usul Denny Siregar dijadikan Menpora biar ada suntikan motivasi lewat video-video yang diblasting di medsos.
Apa pun, prestasi atlet kita khususnya bulutangkis sedang memprihatinkan. Ini duka cita. Dan para pemangku kepentingan diharapkan segera cawe-cawe agar duka ita tidak berkelanjutan, namun diganti dengan prestasi gemilang. Jangan diganti menterinya ya.... masak ada masalah kok sousinya ganti menteri.. hehehe... Salam sehat olah raga mantapp... (24.01.2021/Endepe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H