Tapi bukan itu yang ingin saya soroti di sini.
PENDUDUK BANYAK KOK BEGINI
Menurut saya, tidak ada alasan bagi pemain Indonesia untuk tidak unggul dalam setiap kejuaraan badminton dunia. Kita punya 270 juta penduduk yang secara lahiriah sudah unggul dalam cabang olah raga ini. Seperti orang Norwegia yang terlahir dengan ski di kakinya, orang Indonesia terlahir dengan raket di tangannya.
Dibandingkan dengan Denmark yang "cuman" 5.8 juta, Singapur 5.7 juta, atau Hong Kong 7.5 juta. Kekalahan hari ini sungguh menyedihkan dan merupakan puncak dari gunung es yang menurut saya pribadi perlu segera dibenahi di tanah air. Besok Denmark punya all Danish final untuk cabang single laki-laki, Korea all Koreans final di cabang double perempuan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa prestasi atlet banyak dipengaruhi oleh situasi politik di dalam negeri. Masalah pembibitan dan pembinaan yang sempat diributkan oleh segelintir manusia berkaitan dengan "label rokok" merupakan contoh situaasi yang terus terang tidak saya fahami.
Di negara maju, masalah pembibitan dan pembinaan baik di bidang olah raga maupun yang lain dimulai sejak dini dan dilakukan secara terintegrasi.
Anak laki-laki saya mulai bermain sepak bola sejak SD. Ada tim lokal sekolah yang diasuh oleh beberapa orang tua. Berangsur semakin besar, maka latihan menjadi lebih serius. Ada klub lokal yang bekerja sama dengan sekolah dalam proses pembinaannya. Ada kejuaraan dan pertandingan yang rutin diadakan secara berkala. Anak-anak yang berbakat dan memiliki minat bisa mengikuti program yang "lebih serius".
Setahu saya tidak ada politik yang membedakan apakah bakat tersebut berwarna hitam, putih, coklat atau kuning. Apalagi urusan agama. Murni masalah bakat dan minat. Anak laki-laki saya memilih sepak bola sebagai rekreasi, jadi dia tidak mau terlalu serius seperti degaard atau Haaland .
Setiap orang terdaftar dalam sistem yang berlaku nasional. Prestasinya tercatat di sana. Jadi dengan mudah bisa dilacak rekam jejak setiap atlet di Norwegia.
Masalah beberapa Menteri Olah Raga, termasuk seorang Mallarangeng, yang tersangkut kasus korupsi merupakan masalah yang saya tidak fahami.
Yang saya rasakan sekarang hanya kekecewaan dan pesimisme, bahwa kelak tidak ada lagi tim nasional yang bisa saya saksikan di kejuaraan level internasional. (VR)