Sumbangan PELINDO kepada masyarakat setempat dengan program Kemitraan dan Bina Lingkungan (community development) yang termasuk dalam pembinaan Koperasi dan Sektor Informal serta UKM (Unit Kegiatan Mikro) yang mencapai milyaran rupiah.
Bahkan, metode subsidi silang telah diterapkan oleh manajemen PELINDO dengan mempertahankan layanan jasa kepelabuhanan pada cabang pelabuhan yang sebagian besar masih merugi, sehingga layanan publik tetap berjalan baik meskipun dari kalkulasi finansial performance, pelabuhan tertentu masih merugi dan hasil pendapatan belum mampu menutup biaya operasional dan kalkulasi finansial lainnya.
Lantas, pada bagian manakah yang sebenarnya terjadi tumpang tindih fungsi operator dan regulator? Apakah memang PELINDO yang memiliki duplikasi peran, ataukah entitas organisasi pemerintah lain yang sebenarnya regulator namun juga berperan sebagai operator?
Pada satu sisi, sebagai operator, PELINDO jelas sebagai entitas organisasi yang berhubungan langsung dengan konsumen layanan jasa kepelabuhanan, yakni shipowner (direct customer) dan cargo owner (indirect customer). Semestinya, dalam aktivitas terkait PELINDO memiliki kewenangan penuh sebagai operator pelabuhan.
Sayangnya, pada sisi lain, entitas organisasi pemerintah lain yang bukan PELINDO semestinya berfungsi sebagai regulator saja, sebagaimana diatur dalam PP No. 11 Tahun 1983 tentang Pembinaan Kepelabuhanan dan telah diungkap pada awal pada artikel ini, namun kenyataannya juga melaksanakan tugas sebagai operator.
Fungsi regulator yang juga melaksanakan fungsi operator (di luar PELINDO) antara lain pada aktivitas perencanaan pelayanan penambatan kapal harian, perencanaan bongkar muat kapal, koordinator perumusan tarif bongkar muat barang, bahkan sampai pelaksanaan keamanan teknik pelayanan kepelabuhanan termasuk pengawasan dan pengendalian bongkar muat kapal.
Dengan kata lain, kondisi eksisting saat ini adalah operator pelabuhan di lapangan memang PELINDO. Sementara regulator adalah pemerintah.
3 LANGKAH KE DEPAN
Sebagai alternatif solusi terhadap silang sengkarut masalah ini, paling tidak perlu dilakukan tiga langkah berikut ini.
Pertama, pemerintah sudah semestinya mendorong kemajuan BUMN Pelabuhan di masa mendatang, meski pun UU Pelayaran cenderung "mengkhawatirkan" bila dilihat dari respon masyarakat. Sebagai up date pada tahun 2020 ini, khalayak bisa jadi lebih optimis dengan hadirnya pelabuhan Patimbang di Kabupaten Subang tersebut. Namun di sisi lain, kompetisi akan terjadi justru antara pelabuhan baru Patimbang versus pelabuhan BUMN milik Pelindo. Sinergi adalah kata kunci, semoga nantinya akan demikian.
Kedua, segala aktivitas yang berkaitan dengan layanan jasa kepelabuhanan, secara otomatis harus mendudukkan operator sebagai pengambil keputusan, utamanya dalam kerangka mengontrol kinerja operasional. Dengan demikian, operator pelabuhan dapat menjalankan amanah penderitaan rakyat secara penuh, meningkatkan level of service, memajukan kualitas layanan jasa, dan pada akhirnya akan meningkatkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction).