Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keayahan di Tengah Keibuan

24 Oktober 2020   05:00 Diperbarui: 24 Oktober 2020   12:02 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermain dengan anak adalah tugas ayah yang ditunggu penuh gembira. (Dokpri/NDP)

(1) Stereotipe ayah harus "berwibawa"

Sebagian masyarakat tradisional kita masih mendikotomi peran ayah dan ibu dalam pengasuhan keluarga. Akhirnya seakan ayah harus berwibawa, ibu harus lemah lembut penuh cinta. Kewibawaan yang harusnya hanya pada konteks sosial, eksternal, malahan dibawa ke ranah keluarga. Sehingga, pola hubungan ayah dan anak, apalagi ayah dan anak perempuan, menjadi canggung.

Padahal, kalau dalam terminologi masyarakat Barat, seorang ayah akan pasti memiliki anak perempuannya, seorang ibu pasti akan memiliki anak laki-lakinya. Ayah dan anak perempuan, memiliki pola hubungan khusus di Eropa, dibandingkan dengan di Asia yang kadang pewartaan di media, juga sangat membahayakan karena kasus-kasus pelecehan seksual dari ayah ke anak perempuannya.

Ini perlu dibenahi, tidak saja dalam kemasan warta, namun juga pola asuh dalam keluarga sehingga relasi ayah dan anak perempuan lebih intim, namun bukan dalam konteks yang berbahaya. 

(2) Ibu adalah yin, ayah adalah yan 

Simbolisasi kekerasan bs kelembutan, juga bisa menjadi penyebab kurang dekatnya relasi ayah dan anak perempuan. Ayah yang sibuk bekerja, ibu yang sibuk di rumah. Peran publik dengan domestik yang ekstrim ada, pada keluarga tertentu, menyebabkan simbolisasi ayah adalah keras (yan), ibu adalah yin (lembut). 

Kondisi akan berbeda ketika justru ibu yang bekerja, ayah berada di rumah. Situasi ini semakin menggejala, karena pekerjaan saat ini sebagian didominasi oleh perempuan, dan laki-laki semakin kalah bersaing dalam dunia bekerja. 

(3) Referensi terbatas 

Referensi terbatas juga menjadi penyebab relasi ayah dan anak perempuan kurang dekat. Apakah saya ini termasuk referensinya banyak ya ? Hehehe...,

Saya sendiri lumayan dekat dengan anak perempuan saya. Namun itu terjadi ketika dia masih di usia tk, sd, smp. Ketika memasuki usia SMA,memang menjadi harus dibatasi. Khususnya dalam relasi fisik, misalnya pelukan, tidak sebebas dulu. 

'Ayahhhh.....", teriak anak perempuan saya ketika saya pulang ke rumah. Kakaknya laki-laki, juga saling mengejar untuk berebut perhatian ayahnya. Situasi ini sangat nikmat, indah, karena ternyata waktu sangat cepat berlalu. Ketika anak-anak memasuki usia remaja, mereka menjadi semakin agak jauh dengan orang tuanya. Sebab, mereka mulai punya dunianya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun