Mohon tunggu...
Nugroho Angkasa
Nugroho Angkasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemilik Toko Online di Dapur Sehat dan Alami, Guide Freelance di Towilfiets dan Urban Organic Farmer. Gemar Baca dan Rangkai Kata untuk Hidup yang lebih Bermakna. Blog: http://local-wisdom.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suara Kebangsaan dari Jalanan

3 Maret 2014   14:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13938063621836690675

Oleh bangsa lainnya...

Walau tak lolos ke babak selanjutnya, Pujiono tetap dianggap idola yang sesungguhnya. ”He is the true Indonesian Idol”. Sebab banyak masyarakat yang menyukai gubahan lagu itu. Di kanal YouTube, video rekaman Pujiono tersebut sudah ditonton lebih dari 1 juta orang (link)

Carel Felix berkomentar singkat, ”Benar-benar kreatif, aku suka!” Sedangkan di jejaring sosial Twitter dan Facebook banyak pula pengguna yang menuliskan komentar positif dan memberi acungan jempol. Bahkan sampai ada warga Twitter yang memuat lirik ”Manisnya Negeriku” lengkap dengan chord kunci gitarnya.

Alhasil, produser Indonesian Idol menjadikan ”Manisnya Negeriku” sebagai soundtrack ajang pencarian bakat penyanyi tersebut. Mereka memutarkan lagu gubahan Pujiono pada setiap akhir acara.

Kalah Pamor

Dari aspek musikalitas bisa jadi dewan juri menilai Pujiono kalah pamor dibanding kontestan lain. Namun, dari aspek kreativitas dan orisinalitas, dia tak bisa dipandang remeh. Sebab, selama ini lebih banyak peserta audisi yang menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris karya orang asing. Tapi Pujiono berani tampil beda, dia membawakan lagu ciptaan sendiri dan berbahasa Indonesia pula.

Lalu dari aspek semantik, makna yang mendalam terkandung di bait-bait lagu ”Manisnya Negeriku”. Semangat, meminjam istilah Anand Krishna, mengapresiasi pelangi perbedaan di bumi Nusantara jelas terbaca di sana. Pujiono bisa mengemasnya dengan bahasa yang sederhana dan merakyat.

Dalam konteks ini, petuah Gus Mus kian relevan. ”Bangsa ini tidak kreatif,” ujar Kiai Haji Musthofa Bisri saat membuka pameran lukisan di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), Selasa (1/10/2013) silam.

Ketika zaman Bung Karno, politik dijadikan panglima. Setelah itu, di era Soeharto, ekonomi dijadikan panglima. Kini, di era reformasi politik kembali dijadikan sebagai panglima. ”Mbok ya sekali-kali kebudayaan yang dijadikan panglima,” ungkap Gus Mus.

Pengasuh pondok pesantren Raudhlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah itu juga berpendapat bahwa dia tak habis pikir bila Gusti Allah itu hanya dianggap Pangerannya orang-orang apik, bukan Pangerannya orang yang jelek. ”Gusti Allah itu Pangeran semua orang,” tegasnya.

Gus Mus kemudian mengutarakan bahwa menjelang Pemilu 2014 kehidupan bangsa niscaya penuh dengan gejolak konflik antarkepentingan. Pun kelompok yang berbeda identitas agama bertikai, saling berebut klaim Tuhan merekalah yang paling benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun