Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lloyd Austin, Menham Afro-Amerika Pertama: Berkah atau Blunder Buat Biden?

2 Februari 2021   19:54 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:18 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari Associated Press

Beberapa kali bertugas di Irak dan Timur-Tengah, ini kesekian kalinya dia menjadi afro-amerika pertama yang memegang sebuah jabatan militer. Mantan jenderal ini pernah menjadi panglima divisi lintas udara ke-82, komandan korps lintas udara ke-18, wakil kepala staf angkatan bersenjata, dan juga komandan Central Commando (CENTCOM) yang bertanggung jawab untuk urusan Timur-Tengah.

Semua jabatan itu tidak pernah dijabat seorang afro-amerika sebelumnya!

Selain itu, dia juga menjadi satu dari hanya enam perwira afro-amerika yang pernah menjadi jendral berbintang empat di Angkatan Darat. Tidak kalah dengan Nick Fury, bukan?

Biden sendiri mengenalnya semasa menjadi Wakil Presiden. Obama menugaskannya untuk mengawasi berakhirnya operasi militer di Irak. Terutama soal penarikan tentara dan seluruh peralatannya. Austin, saat itu masih belum pensiun, menjadi pendamping tidak hanya saat berinteraksi dengan personel militer. Namun juga saat berurusan dengan pejabat politik lokal di Irak.

Ada sebuah peristiwa yang dikenang Biden soal pengalamannya dengan Austin di Irak.

"Saat kami mengadakan pertemuan di kediaman duta besar di Irak, ternyata pihak musuh bisa melancarkan serangan roket ke sana. Padahal itu seharusnya zona aman. Tapi Jendral Austin bersikap tenang-tenang saja. Seolah yang seperti itu sudah biasa. Saya pun akhirnya juga bersikap biasa-biasa saja. Paling hanya berpikir, ngapain sih mereka itu. Tapi memang begitulah seorang Lloyd Austin. Tetap tenang dan membuat orang lain tenang di saat kritis."

Bukan hanya Biden yang 'terkagum-kagum'. Dukungan terhadap Austin juga diberikan oleh Michael E. O'Hanlon, seorang analis di Brooking Institute. Dalam op-edition yang dikeluarkan lembaga itu, dia menulis sebagai berikut:

"Mungkin saat terbaik untuk memulai kisah tentang Austin adalah saat dirinya memulai jabatannya sebagai komandan operasional di Irak pada tahun 2008. Saat itu kekerasan sudah mulai menurun di seluruh Irak, dan kelompok pergerakan sunni maupun operasi militer US-Irak telah memulihkan kondisi keamanan di daerah berbahaya seperti Falujah dan Ramadi.

"Namun daerah minyak seperti Basra dan wilayah kunci lainnya, termasuk Baghdad sendiri, tetap dalam situasi anarki. Kelompok milisi yang didominasi Syah - yang didukung Iran - menguasai jalan-jalan utama. Mengetahui hal ini harus segera diakhiri, Letnan Jendral Austin dan Komandan Jenderal Petraeus bersepakat untuk melakukan serangan musim panas ke Basra dan lainnya.

"Tapi kemudian Perdana Menteri Nouri Al-Maliki meminta Jenderal Petraeus untuk bertemu dengannya pada akhir Maret. Bukan main terkejutnya sang jenderal karena ternyata waktu itu Perdana Menteri memberi tahu bahwa serangan ke Basra akan dilakukan keesokan harinya.

"Semua rencana yang matang disusun untuk terlebih dahulu membangun basis pertahanan, titik pemeriksaan, jaringan komunikasi, maupun kemampuan memberi bala-bantuan dikesampingkan. Dengan hanya bermodal semangat, tentara Irak bergerak ke kota tersebut dengan data lapangan maupun bala-bantuan yang minim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun