"Yang sebelumnya bapak tahu ke mana?" tanya Rahadian.
"Iya, Pak. Dia ngomong sama saya. Katanya mau ke warung soto daging terkenal itu. Tumben pikir saya. Makanya saya kira dia baru punya pacar..."
Rahadian dan Bayu saling berpandangan. Alfian memang benar-benar menemui Kadjat untuk berbicara.
........
Sore itu juga, Rahadian mengajak Bayu ke warung soto legendaris itu. Rame sekali di sana. Kadjat mengatakan begitulah keadaannya setiap hari.
"Biasanya menjelang sore sampai jam sembilan malam saya sibuk sekali. Terutama hari Sabtu dan Minggu," ujarnya. "Kadang saya sampai baru bisa makan sehabis tutup. Biarpun pegawai di sini banyak, saya tetap turun tangan sendiri. Pengalaman bicara, Pak. Kalau tidak begitu, biasanya mereka sering ceroboh. Tapi besok saya tutup sehari buat mengurus almarhum istri saya."
Rahadian mengangguk-angguk. Dia memperhatikan warung soto tersebut. Meskipun direnovasi total, Kadjat tetap mempertahankan bentuknya yang mirip pendopo tua. Demikian juga suasananya. Bunyi gamelan terdengar dari stereo yang jernih. Satu-satunya barang elektronik di antara suasana yang klasik itu.
Entah kenapa, Rahadian tersenyum.
......
"Terus terang, saya tidak mengerti," Kompol Bayu akhirnya bertanya pada AKP Sugara. "Kenapa kita berhenti di sini?"
Maklum kalau Bayu kebingungan. Selepas dari warung soto, ternyata atasannya tidak balik ke markas. Dia malah mengajak wakilnya berputar-putar sejenak, sebelum memarkir mobil dinasnya dekat rumah Kadjat.