Mohon tunggu...
Nuya
Nuya Mohon Tunggu... Lainnya - nu'aim khayyad

Madridista dan penghafal ayat kursi..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan untuk Seorang Imam

26 Juni 2020   08:30 Diperbarui: 26 Juni 2020   08:31 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang ditunggu-tunggu tidak melakukan gerakan sebagaimana harapan para makmum, malah yang terdengar deheman salah satu makmum diikuti deheman berikutnya,  lafadz “ subhanallah pun membahana beberapa saat dalam ruang sejuk itu, terdengar berkali-kali. Tak ketinggalan saya, pun ikut mengucapkan kalimat tasbih sebagai pengingat.  Tentu bukan ikut-ikutan.

Sang Imam rupanya lupa, tidak ingat sama sekali apa yang harus dilakukan. Salah seorang makmum berusaha menegaskan dengan membaca subhana rabiyal a’la wabihamdihi agar Imam tahu kekeliruannya tidak melakukan sujud yang kedua.

Penegasan, seolah-olah ingin mengatakan langsung kepada Imam “ sujud sekali lagi pak imaaam, sujudmu kurang sekali ! ”. Subhana rabiyal A’la wabihamdihi..!  lalu apakah Imam mengerti dan paham ? Belum juga, ternyata belum konek !  Ya rabbiii…

Entah dengan cara apa mengingatkannya. Namun baru saja terlintas di pikiran saya bagaimana cara mengingatkan pak Imam yang dalam kondisi blenk terdengarlah ucapan dari seorang bapak, tepat di sebelah saya.

“ sujud pu sekali wali ! ” (Bahasa Bima = sujudlah sekali lagi !)

Nah, seketika buyarlah konsentrasi saya. Ini  mengapa bahasa daerah turun di medan sholat ?  ataukah dibenak bapak, inilah jurus ampuh mengakhiri kegalauan jamaah sekalian. Nekat juga sih sebenarnya, kalau dipikir. hehe

Belum berhenti rupanya, jurus bapak memantik yang lain untuk melakukan kenekatan yang sama. Terbukti beberapa jamaah melakukan kesalahan yang persis. Pikir saya, banyak yang batal subuh hari ini ! bersyukur kemudian sholat berakhir tuntas meski penuh aral melintang. Sebagian jamaah melakukan sholat ulang dan saya tak mau berlama-lama, ndak tega menatap paras pak Imam. Pulanglah saya dengan rasa yang membahana.  

Sebagai catatan 

Nun jauh di kedalaman hati, tak ada maksud sedikitpun membuka aib pak Imam, anggap lah kewajiban sesama untuk saling koreksi, sebab lupa dan lalai adalah manusiawi. Hanya pelajarannya bahwa menjadi imam tentu dibutuhkan kriteria-kriteria tertentu. Disamping hapal qur’an, memahami ilmu sholat, pun membutuhkan nyali dan mental yang kuat.

Setidaknya menurut pakar, ada dua legitimasi yang harus dimiliki seorang Imam dalam sholat. Pertama, legitimasi intelektual yaitu memahami aspek fiqih dalam sholat dan juga memiliki hapalan al qur’an yang lebih baik dibanding jamaah lain.

Pemahaman berkenaan dengan fiqih sholat berperan besar bagi Imam agar sholat dapat berjalan dengan sempurna mengingat tanggung jawab Imam sangatlah besar. Dalam kasus di atas ketika Imam dalam kondisi tidak mengingat apa-apa maka sebaiknya ia “menepi” memberi kesempatan kepada makmum di belakang untuk menggantikannya sehingga estafet kepemimpinan dalam sholat tetap berjalan  kendati ada masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun