Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tape Ketan dan Jaja Uli, Etnosains Fermentasi

26 September 2024   09:17 Diperbarui: 26 September 2024   09:44 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tape ketan dan jaja Uli (dokumen pribadi) 

Saya ketika kecil selalu menunggu datangnya hari raya Galungan maupun Kuningan, pasalnya sederhana, saat hari raya ada makanan enak-enak disiapkan oleh orang tua saya, karena untuk persembahan pelengkap banten, artinya tidak serta merta langsung di makan, digunakan untuk persembahan, sebagai ucapan terima kasih. Lalu surudannya baru kita nikmati bersama. Surudan atau bahasa lainnya disebut prasadam". Menyantap itu, diyakini  mendapat berkah. 

Kata orang tua saya, kalau makanan yang tidak dipersembahkan terlebih dahulu, atau didoakan  atau berdoa sebelum makan,  kita sesungguhnya adalah pencuri. Sehingga saya diajari untuk bisa menahan diri, melakukan doa, atau disajikan  atau berdoa pada yang memiliki makanan terlebih dahulu. 

Apapun yang dimasak sebelum disantap harus didoakan, dalam tradisi Bali, disebut Saiban,  disebut juga  yadnya sesa, di rumah saya disebut ngejot, bapak sama ibu saya, sebelum makan pasti ditanya sudah ngejot kah, kalau belum anak-anak harus melakukan dahulu yadnya itu, setelah itu baru kita makan Bersama, atau makan duluan boleh asal sudah dipersembahkan terlebih dahulu. 

Mebanten Saiban atau Ngejot adalah tradisi Hindu di Bali yang dilakukan setiap hari setelah selesai memasak di pagi hari. Kegiatan ini juga dikenal sebagai Mesaiban atau Mejotan, yang merupakan bentuk yadnya paling sederhana dan merupakan salah satu perwujudan Panca Yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu dalam kehidupan sehari-hari. 

Perlu diketahui bahwa Sarana Banten Saiban, tidak sulit sebab  Banten saiban adalah bentuk persembahan yang paling sederhana, sehingga bahan-bahannya pun juga mudah. Biasanya, banten saiban disajikan menggunakan daun pisang yang diisi dengan nasi, garam, dan lauk pauk sesuai dengan masakan hari itu, tanpa ada kewajiban untuk menyajikan lauk tertentu.

Cara melakukan Yadnya Sesa (Mesaiban) yang ideal dilakukan dengan cara menghaturkannya, lalu dipercikkan air bersih dan disertai dupa yang menyala sebagai saksi dari persembahan tersebut. Namun, untuk versi yang lebih sederhana, proses ini bisa dilakukan tanpa air percikan dan dupa, karena bentuk yadnya sesa itu sendiri sudah sangat sederhana.

Lalu dimana tempat yang tepat untuk menghaturkan banten saiban itu? Orang tua saya  selalu mengatakan bahwa Tempat Menghaturkan Saiban


Ada lima lokasi penting untuk menghaturkan Yadnya Sesa (Mesaiban) sebagai simbol dari Panca Maha Bhuta:

Pertiwi (Tanah): Biasanya diletakkan di pintu keluar rumah atau pintu halaman.

Apah (Air): Ditempatkan di sumur atau sumber air.

Teja (Api): Diletakkan di dapur, tepatnya di tempat memasak (tungku) atau kompor.

Bayu: Ditempatkan pada beras atau nasi.

Akasa: Ditempatkan di tempat sembahyang (seperti pelangkiran atau pelinggih).

Menurut Manawa Dharmasastra, begitu kata orang tua saya, tempat-tempat lain untuk melakukan saiban meliputi Sanggah Pamerajan, dapur, tempat air minum di dapur, batu asahan, lesung, dan sapu. Kelima lokasi terakhir ini dianggap sebagai tempat di mana keluarga melakukan Himsa Karma setiap hari, karena secara tidak sengaja dapat terjadi pembunuhan terhadap hewan dan tumbuhan di tempat-tempat tersebut.

Manawa Dharmasastra adalah salah satu Pustaka suci  Hindu yang membahas tentang agama, kewajiban, dan hukum. Kitab ini  berasal dari tradisi Brahmani di India dan merupakan sistem skolastik yang kompleks dari tradisi Veda.

Kedua saya senang ada kue-kue yang enak pada hari raya galungan, secara tradisi jaman dahulu orang tua saya membuatnya dan bisa membuat sendiri kue-kue itu, jarang orang tua saya membelinya, membuat dan dibantu oleh saudara kami, bahannya diambil dari hasil bumi yang ada di sawah, misalnya tape ketan dan jaja Uli, dua kue yang selalu saya suka, kadang -kadang membuat iwel, jaja uli hitam, atau ketan hitam. 

Saya kagum mereka harus tahu ilmu membuatnya, belajar Ketika mereka 'membantu kalau ada orang memiliki hajatan nikah atau piodalan. Kedua acara itu saya pikir terjadi transfer pengetahuan dan keterampilan. 

TAPE KETAN DAN JAJA ULI 

Tape ketan dan jaja uli selalu hadir dalam keluarga saya untuk aksesori pelengkap banten. Kedua bahannya sama yaitu beras ketan. Tape ketan adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari ketan (beras ketan) yang difermentasi. Proses fermentasi memberikan tape ketan rasa manis, asam, dan aroma khas. Sedangkan Jaja Uli  terbuat dari ketan ketan di kukus dan ditambahkan kelapa, kemudian di tumbuk  sampai rata Cara membuat tape ketan dan  jaja uli banyak di youtube, salah salah satunya ada link: 

Jaja uli adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari beras ketan yang diolah menjadi adonan, kemudian dibentuk dan dikukus. Jaja uli biasanya dibungkus dengan daun pisang dan memiliki tekstur yang kenyal serta rasa yang manis. Makanan ini sering disajikan sebagai camilan atau hidangan penutup, dan biasanya dinikmati dengan taburan kelapa parut. Jaja uli juga memiliki variasi dalam penyajian dan rasa, tergantung daerahnya

Beras ketan atau beras pulut (Oryza sativa var. glutinosa) adalah sebuah jenis beras yang utamanya tumbuh di Asia Tenggara dan Asia bagian timur.

Beras ketan (diolah dari berbagai sumber )
Beras ketan (diolah dari berbagai sumber )

Tape ketan kini banyak diteliti, karena kandungan yang menarik untuk kesehatan. Secara khusus diuraikan bahwa Tape ketan adalah makanan khas Indonesia yang dibuat melalui proses fermentasi beras. Hasil akhirnya memiliki tekstur berbutir, namun lembut dan lembab (lengket), serta rasa yang manis, asam, ester, dan sedikit beralkohol. 

Dilaporkan bahwa konsentrasi etanol dalam produk ini sekitar 5% dan pH-nya berkisar antara 3,5-4,0. Tape ketan diproduksi secara komersial di seluruh Indonesia dalam skala industri rumahan dan juga dibuat di rumah, biasanya dikonsumsi sebagai makanan penutup atau camilan tanpa perlu proses tambahan setelah fermentasi. 

Berikut adalah langkah-langkah umum untuk membuat tape ketan: (1) beras ketan dicuci dan direndam dalam air keran selama satu jam atau lebih (kadang-kadang semalaman); (2) beras dikukus selama sekitar 30 menit hingga lembut dan lengket; (3) setelah dingin, beras diinokulasi dengan mencampurkan ragi bubuk; (4) campuran tersebut dibagi menjadi porsi kecil dan ditempatkan dalam wadah, kantong plastik, atau bungkus daun pisang, lalu dibiarkan fermentasi pada suhu ruang (25-30C) selama 24-48 jam atau lebih untuk mendapatkan produk akhir. 

Ragi berfungsi sebagai inokulum starter tradisional dalam proses ini.tersedia secara komersial di seluruh Indonesia. Tape ketan dibuat dari campuran tepung beras, rempah-rempah, dan air (atau jus tebu), yang kemudian diinkubasi selama 2-5 hari, sebelum dikeringkan dan dikemas dalam bentuk pelet kecil. Berbagai spesies jamur dan ragi ditemukan dalam ragi (Saono et al., 1974; Hesseltine et al., 1976; Soetarto et al., 1979; Steinkraus, 1983).

Kualitas tape ketan yang dihasilkan di Indonesia sangat bervariasi. Meskipun ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas ini, umumnya diyakini bahwa spesies mikroba yang terlibat dalam proses fermentasi memiliki dampak yang besar. Pengetahuan saat ini menunjukkan bahwa tape ketan adalah hasil dari fermentasi campuran yang melibatkan spesies jamur Amylomyces rouxii, serta ragi dari genus Endomycopsis, Candida, dan Hansenula, khususnya Endomycopsis burtonii dan E. fibuligera. 

Kesimpulan ini banyak didasarkan pada penelitian oleh Ko (1972) dan Cronk et al. (1977, 1979) yang mempelajari tape ketan yang dihasilkan melalui fermentasi kultur murni dengan spesies jamur dan ragi tertentu yang diisolasi dari ragi. Namun, hasil penelitian mereka tidak dapat dianggap mewakili ekologi mikroba dari tape ketan yang difermentasi dalam kondisi tradisional. Bahkan, Saono et al. (1974) melaporkan bahwa Candida pelliculosa dan spesies Candida lainnya yang tidak teridentifikasi adalah satu-satunya isolat dari tape ketan yang dipersiapkan secara tradisional. 

Data kuantitatif mengenai populasi spesies mikroba yang berkembang selama fermentasi tape ketan 2-3 hari belum tersedia. Informasi tersebut sangat penting untuk pemahaman yang lebih baik tentang mikrobiologi dan biokimia fermentasi, serta pengaruhnya terhadap kualitas produk, dan akan menjadi dasar untuk mengembangkan teknologi produksi komersial yang lebih terpercaya.

Mikroorganisme yang terkait dengan fermentasi tape  

Seperti yang diharapkan dari keberadaannya di ragi, C. pelliculosa dan A. rouxii adalah spesies utama dalam campuran tape awal (sampel 0 jam). Kedua spesies ini tumbuh selama fermentasi 96 jam, mencapai populasi maksimum 105-107 cfu per g untuk C. pelliculosa dan 104-105 cfu per g untuk A. rouxii. Kontribusi A. rouxii terhadap fermentasi kemungkinan lebih signifikan daripada yang ditunjukkan oleh data populasi, karena ketidakakuratan dalam mengukur pertumbuhan miselium jamur dalam istilah unit pembentuk koloni.

Ragi Saccharomyces cerevisiae (sumber :fineartamerica)
Ragi Saccharomyces cerevisiae (sumber :fineartamerica)

Saccharomyces cerevisiae berkontribusi pada ekologi fermentasi setelah hari pertama, tetapi umumnya populasinya tidak melebihi 105 cfu/g pada 96 jam.Kemungkinan, spesies ini berasal dari ragi di mana populasinya mungkin kurang dari 50 cfu/g. Profil pertumbuhan C. pelliculosa, A. rouxii, dan S. cerevisiae yang ditunjukkan dalam Gambar 1 ditemukan pada tape yang disiapkan dengan keempat sampel ragi, dan untuk fermentasi yang dilakukan pada suhu 20 atau 28 C.

 Hansenula anomala diisolasi dari tape yang disiapkan dengan ragi NKL dari Surakarta, dan ragi tanpa label dari Malang. Namun, isolasinya tidak konsisten. Ia ditemukan hanya setelah fermentasi selama 48 jam dan pada populasi maksimum sekitar 10^4 cfu/g. Keberadaannya yang sporadis bisa terkait dengan dua kemungkinan. Pertama, ia bisa saja dalam jumlah yang sangat rendah di ragi. Kedua, H. anomala adalah bentuk askosporogenik dari C. pelliculosa (Kreger-van Rij, 1984) dan mungkin telah terjadi perkawinan heterotalik dari C. pelliculosa selama fermentasi. 


Perlu dicatat adalah : Heterotalik merujuk pada sistem reproduksi di mana individu dari dua tipe seksual yang berbeda dibutuhkan untuk menghasilkan keturunan. Dalam konteks jamur, istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan spesies yang memiliki dua strain berbeda (misalnya, '+' dan '-') yang diperlukan untuk proses reproduksi seksual.

Pada jamur, heterotalik berarti bahwa kedua strain ini dapat saling berpasangan untuk membentuk spora, dan ini penting untuk variasi genetik dalam populasi. Ketika jamur yang heterotalik bertemu, mereka dapat bertukar informasi genetik dan membentuk hibrida, yang dapat meningkatkan daya tahan terhadap kondisi lingkungan atau penyakit.

Contoh yang umum dari jamur heterotalik termasuk spesies dari genus Neurospora dan Schizosaccharomyces. Sistem reproduksi ini berbeda dengan jamur homotalik, yang dapat melakukan reproduksi seksual dengan individu dari jenis kelamin yang sama.Keberadaan sistem heterotalik membantu menjaga keragaman genetik dalam spesies, yang sangat penting untuk adaptasi dan evolusi.

Spesies Bacillus tumbuh selama semua fermentasi tape meskipun populasi maksimumnya tidak melebihi 105 cfu/g. Dalam beberapa kasus, populasi ini menurun setelah fermentasi selama 48 jam, yang mungkin disebabkan oleh sensitivitas mereka terhadap etanol yang dihasilkan oleh ragi. Spesies yang diisolasi diidentifikasi sebagai B. coagulans, B. brevis, dan B. stearothermophilus, yang sama dengan spesies yang ditemukan dalam persiapan ragi. Isolat yang sementara diidentifikasi sebagai spesies Acetobacter juga hadir dalam beberapa fermentasi. Bakteri asam laktat tidak ditemukan selama fermentasi tape manapun.

Isolasi dan enumerasi bakteri dari sampel tape menjadi rumit karena pertumbuhan berlebih dari C. pelliculosa di media pelapisan, meskipun telah digunakan penghambat ragi, sikloheksimid, dengan konsentrasi hingga 150 g/ml.

Hasil penelitian Ardhana, M. M., & Fleet, G. H. (1989). The microbial ecology of tape ketan fermentation. International Journal of Food Microbiology, 9(3), 157-165. Mengambil dua sampel  tape ketan yang dibeli dari pasar berbeda di Malang (Jawa) dan dua sampel dari pasar di Denpasar (Bali) menunjukkan ekologi mikroba yang serupa dengan yang ditunjukkan terkait dengan keberadaan C. pelliculosa, A. rouxii, S. cerevisiae, dan species Bacillus. Namun, semua sampel mengandung populasi yang jauh lebih tinggi (105-108 cfu/g) dari bakteri asam asetat, dan, selain itu, sampel dari pasar Denpasar menunjukkan adanya bakteri asam laktat (lactobacillus) pada 106-108 cfu/g. 

Amylomyces rouxii, C. pelliculosa, dan spesies Bacillus menunjukkan aktivitas amilolitik yang kuat seperti yang ditentukan pada media agar pati. Aktivitas ini diperlukan untuk memfasilitasi pertumbuhan mereka pada substrat beras.

 Spesies Bacillus dan, dalam tingkat yang lebih rendah, A. rouxii dan C. pelliculosa, memproduksi protease ekstraseluler. Aktivitas ini penting untuk menghidrolisis protein beras dan menghasilkan asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba. Saccharomyces cerevisiae tidak bersifat amilolitik maupun proteolitik. Oleh karena itu, pertumbuhannya akan bergantung pada ketersediaan produk degradasi pati dan protein yang dihasilkan oleh spesies mikroba sebelumnya. Hal ini menjelaskan perkembangan lambatnya selama fermentasi tape 

Temuan lain ditunjukkan bahwa  peran kunci jamur A. rouxii dalam fermentasi tape ketan seperti yang dilaporkan oleh peneliti lain (Steinkraus, 1983), tetapi tidak mengonfirmasi keterlibatan spesies E. burtonii (sekarang disebut Pichia burtonii, Kreger-van Rij, 1984) atau E. fibuligera (sekarang disebut Saccharomycopsis fibuligera, Kreger-van Rij, 1984) seperti yang diusulkan oleh Ko (1972) dan Cronk et al. (1977, 1979). 

Asosiasi S. cerevisiae dengan fermentasi adalah temuan baru, tetapi tidak mengejutkan, karena ia merupakan fermenter kuat gula dan toleran terhadap etanol, serta mampu menghasilkan konsentrasi etanol tinggi yang khas dari tape ketan. Asosiasi H. anomala dengan tape ketan telah dicatat sebelumnya dan dianggap memberikan karakteristik ester pada rasa dan aroma tape (Cronk et al., 1979). Secara umum, spesies ini tidak toleran terhadap konsentrasi etanol yang melebihi sekitar 4% (Shimazu dan Watanabe, 1981), sehingga keberadaannya dalam tape akan diatur oleh faktor ini.

Asosiasi bakteri dengan fermentasi tape adalah pengamatan baru yang memerlukan studi lebih mendetail. Keterlibatan spesies Bacillus dan Acetobacter tidak mengejutkan karena keberadaannya di ragi. Selain itu, spesies Bacillus merupakan kontaminan alami beras, mampu bertahan dari proses perebusan beras, dan dapat tumbuh di beras yang sudah direbus dan didinginkan (Johnson, 1984). 

Spesies Acetobacter umumnya terkait dengan fermentasi alkohol yang dilakukan oleh ragi, dan dikenal karena kemampuannya mengoksidasi etanol menjadi asam asetat (Drysdale dan Fleet, 1988). Peran bakteri asam laktat dalam fermentasi memerlukan studi yang lebih spesifik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan bagaimana berbagai spesies bakteri mempengaruhi kualitas tape.

Fermentasi tape dengan kultur murni  

Bagaimanakah kalau tape dibuat tanpa tanpa menggunakan ragi, tetapi dengan kultur mikroorganisme tunggal atau campuran, telah diteliti dengan cara menginokulasi beras yang sudah direbus dan didinginkan dengan kultur murni dari spesies mikroba yang diinginkan.

Amylomyces rouxii, C. pelliculosa, S. cerevisiae, dan H. anomala dapat tumbuh sebagai spesies tunggal ketika diinokulasi ke dalam beras yang direbus. Berdasarkan perkembangan unit pembentuk koloni, C. pelliculosa menunjukkan pertumbuhan terbaik, mencapai populasi maksimum 107-108 cfu/g. Pertumbuhan yang lebih sedikit, namun tetap signifikan, ditunjukkan oleh S. cerevisiae dan H. anomala. Kurva pertumbuhan A. rouxii kemungkinan besar merupakan perkiraan yang rendah dari kontribusi sebenarnya terhadap fermentasi, karena sulitnya menghubungkan biomassa miselium dengan unit pembentuk koloni. Pengamatan mikroskopis pada beras yang difermentasi dengan spesies ini menunjukkan perkembangan jaringan miselium yang padat.

Tidak ada persiapan tape yang difermentasi dengan spesies individu yang menunjukkan kelembaban dan bau alkohol manis yang khas dari tape normal, dan semuanya memiliki rasa asam. Berdasarkan kriteria sensorik, produk tersebut dianggap tidak diinginkan. Baik A. rouxii maupun C. pelliculosa tumbuh dalam beras yang direbus ketika diinokulasi sebagai campuran Produk yang difermentasi memiliki rasa dan aroma tape yang disiapkan dengan ragi, tetapi tampilannya kering. 

Tape yang difermentasi tanpa A. rouxii tetapi dengan campuran tiga ragi adalah produk yang tidak dapat diterima dan tidak menunjukkan sifat sensorik yang khas. Tape yang difermentasi dengan A. rouxii dan campuran tiga ragi menunjukkan rasa dan aroma manis beralkohol yang mirip dengan yang dihasilkan dengan ragi, dan berdasarkan hal ini, dianggap sebagai produk yang dapat diterima. Namun, tape tersebut masih kurang kelembaban, penampilan juicy, dan tekstur lembut yang dimiliki tape yang diproduksi dengan ragi.

Dapat disimpulkan dari studi dengan kultur murni bahwa mikroorganismus selain A. rouxii, C. pelliculosa, S. cerevisiae, dan H. anomala diperlukan untuk menghasilkan tape ragi yang khas. Dalam hal ini, bakteri seperti spesies Bacillus yang dijelaskan pada bagian sebelumnya mungkin memberikan kontribusi yang penting. Secara khusus, enzim amilolitik dan proteolitik yang dihasilkan oleh spesies ini mungkin signifikan dalam likuidasi makromolekul utama dari beras, memberikan produk akhir penampilan lembab dan tekstur lembut. Studi kultur murni dengan campuran A. rouxii, ragi, dan bakteri sekarang diperlukan.

Fermentasi tape dengan kultur murni: (a) tape yang diinokulasi dengan spesies tunggal dari Amylomyces rouxii, D; Candida pelliculosa, I; Saccharomyces cerevisiae, o; atau Hansenula anomala, zx; (b) tape yang diinokulasi dengan campuran C. Pelliculosa, kultur itu semua menghasilkan citarasa tape yang khas. 

Penutup 

Ketan untuk menjadi tape ketan melibatkan peran mikroorganisme, bukan hanya ragi namun beberapa mikroba lain. Budaya fermentasi bangasa ini, telah lama ditemukan, kini membutuhkan pembedahan kearifan lokal itu   menjadi etnosains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.Moga bermanfaat****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun