Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seorang Penyintas yang Menyalami Rumi di Persimpangan Mati

1 Desember 2018   09:30 Diperbarui: 1 Desember 2018   10:08 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meredam angan-angan. Menjadi makhluk fana yang menjadikan-Nya ada.

Saya kutip kembali dengan penyesuaian, "... dua ekor burung yang saling terikat tidak akan bisa terbang bersamaan. Harus ada satu yang rela mati demi kebebasan yang lainnya."

Nafsu dan takwa. Setan dan malaikat. Pertarungan abadi terjadi meski kita menutup hati. 

Sialnya, kita belum benar-benar sadar bahwa urusan duniawi hanya remah-remah roti basi, sebelum menghadapi kondisi hampir mati.

See?

Dua ekor burung yang terikat, menggambarkan dua kehendak yang berjarak. Satu burung yang jauh lebih kuat, punya kuasa untuk menentukan arah terbang mereka. Sementara yang lemah hanya akan tersakiti jika enggan mengikuti.

Bukankah, lebih baik mematikan ekspektasi dan belajar untuk berhenti?

Biarkan kepak sayap Ilahi bekerja. Memenangkan arah. Ke mana kita terbang, bertengger, dan menuju pulang.

Mematikan kebisingan di dalam diri, untuk mendengar-Nya berbisik lembut kepada hati. Melakukan sortir terhadap angan-angan yang sementara dan tidak bernilai abadi.

Lalu, mempertanyakan kembali perkara entitas dan eksistensi.

Agar kelak, kita menyadari, bahwa fokus pada perkara-perkara hakiki akan membuat kita enggan menyelisihi segala yang cuma debu dan polusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun