Sejak masuk dunia militer dan menjalin rumah tangga, aku memang tidak pernah membawa senjata apapun ke rumah. Aku takut jika itu bisa menjadi mainan anak-anakku. Apalagi anak-anakku yang masih kecil, mereka belum tau seberapa berbahayanya senjata itu.Â
Seperti biasa, aku menjalani kehidupanku. Aku mulai menyadari bahwa ternyata hidup menjadi seorang tentara tidak semulus yang aku harapkan. Setelah kemerdekaan, banyak partai-partai yang mulai bermunculan. Salah satunya adalah PKI (Partai Komunis Indonesia).
PKI sering melontarkan ide-ide yang dirasa cukup beresiko. Seperti halnya ide untuk membentuk angkatan lima dengan mempersenjatai para kaum buruh dan kaum tani. Mendengar itu, aku sangat tidak setuju dan menolak ide tersebut. Penolakanku itu dilakukan karena aku takut adanya maksud lain dari PKI, yakni mengganti ideologi pancasila menjadi komunis.
Selain itu, menurut Ahmad Yani, salah satu anggota angkatan darat lain yang juga tidak setuju akan hal itu, mengatakan bahwa pembentukkan angkatan lima tidaklah efektif karena pasukan sipil bersenjata sudah ada dalam wujud pertahanan sipil atau HANSIP. Ahmad Yani juga menyebutkan bahwa bukan tidak mungkin angkatan lima dapat berbahaya bagi angkatan darat itu sendiri.
Setelah penolakanku dan beberapa anggota angkatan darat lainnya, banyak desas-desus perihal rencana penculikan terhadap sejumlah perwira dan jenderal yang dituduh terlibat dalam kelompok Dewan Jenderal, kelompok yang disebut-sebut tengah menggagas kudeta terhadap presiden Ir. Soearno.
Aku sering sekali diingatkan untuk terus waspada dan berhati-hati. Terutama oleh salah satu ajudanku.
"Bapak harus berjaga-jaga. Kabar mengenai rencana penculikan itu barangkali benar," ucap ajudanku.
"Buat apa? Saya dan keluarga tak perlu dijaga," jawabku. Bukannya aku tidak takut dan menghiraukan ucapan ujadanku, tapi aku enggan menggunakan fasilitas negara, termasuk fasilitas pengamanan yang sebenarnya memang diberikan kepadaku.
Namun suatu hari aku menuturkan sebuah petuah kepada anak sulungku, Bob.
"Bob, kalau kamu sudah besar nanti, sebaiknya hindarilah berpolitik. Karena politik itu sangat berbahaya. Politik itu mengahalalkan segala cara. Selagi kamu berada dalam suatu kelompok, kelompok  itu akan menganggapmu sebagai teman. Tetapi ketika kamu berpisah, kamu akan dianggap sebagai musuh. Persahabatan dan kebajikan yang telah kamu lakukan di masa yang sudah-sudah, akan mereka lupakan," ucapku. Bob yang mendengarnya terlihat kebingungan karena ini pertama kalinya aku membahas politik kepada anakku.
"Makanya kamu tidak perlu masuk politik. Masuk tentara boleh, tetapi masuk politik, sekali lagi, jangan!"