Sahabat Kompasiana, apa khabar? Semoga senantiasa sehat. Suwe ora jamu, jamu godhong jambu (Lama tidak minum jamu, jamu daun jambu). Lama tidak bertemu, mari menyoal jamu.
Bulan lalu Simbok berkesempatan melewati ruas jalur Sukoharjo. Kabupaten yang tenar dengan sebutan Kota Jamu. Khususnya Kecamatan Nguter. Sayang kan kalau tidak sejenak mampir mengulik Pasar Jamu Nguter.
Sekilas kafe (caf) jamu di pasar jamu Nguter
Mari singgah di Caf Jamu yang berada di pojok depan pasar. Minum jamu dengan suasana berbeda. Tidak langsung berhadapan dengan ibu ataupun bapak penjual jamu jadi dalam botol. Menyeruput jamu dalam gelas sekali pakai ala kini.
Menu Kunyococo (kunyit asam, air kelapa) perpaduan yang unik menggelitik. Ginger chocolate (spesial coklat jahe) kombinasi enak disajikan panas pun dingin. Sebagai kontrol rasa simbok memesan beras kencur hangat.
Caf jamu ini dikelola salah satu produsen jamu di Sukoharjo. Sasarannya adalah kawula muda ataupun pencicip yang kurang terbiasa minum jamu. Upaya kontekstualisasi mengkinikan jamu warisan budaya dan estafet nilai.
Selagi teman-teman bersantai di caf, simbok melongok ke dalam pasar. Metamorfose berkali dari kunjungan sekian warsa sebelumnya. Wajah pasar kini tampil dengan tatanan los kios apik. Menyandang predikat pasar jamu tradisional terbesar di Indonesia.
Jajaran kios dengan sajian dagangan yang hampir seragam. Terbersit keunikan materi jualan dan persaingan antar kios. Empunya kios dengan santai menjawab setiap kios memiliki pelanggan masing-masing. Saling membantu pemenuhan kebutuhan pembeli dilakukan antar kios.
Penamaan kios juga unik. Semisal Puntodewo. Memantik ingatan Puntodewo adalah penamaan wayang dalam budaya Jawa. Dasanama (nama lain) dari Yudhistira, sulung dari Pandawa. Dikenal sebagai raja yang bijak pengayom keluarga besar.