Rindu dan randu saling berpadu. Pohon randu merona rindu. Pohon randu ramah menangkup musim. Begitupun rindu membekukan musim.
Setiap orang mengenal dan merasakan rindu. Bukankah begitu sahabat pembaca Kompasiana? Apakah setiap pribadi mengenal randu? Jalinan rasa apakah antara rindu dan randu?
Merindu randu
Pada saat nyantrik di padhepokan Ki Hujan, adalah pepohonan randu raksasa di halaman depan. Menjadi penciri alamat padhepokan. Tumbuh tinggi menjulang, batangnya berhiaskan duri tajam.
Para cantrik sangat suka berteduh di bawahnya. Pengelola menyediakan beberapa bangku semen untuk menampung pengunjung. Aneka kegiatan dilakukan di areal tersebut.
Secara fisik sederhana, sarana ngadem berteduh mendapatkan kesegaran alami. Pohon raksasa memayungi. Semilir angin mengipas gerah. Curahan oksigen udara segar membilas paru-paru.
Kelompok calon ilmuwan berdiskusi seru bernaung randu. Sastrawan mengurai karya disaksikan randu. Tak kalah yang memadu janji berharap direstui randu.
Musim yang paling disukai adalah puncak kemarau. Saatnya pohon randu yang digelayuti ribuan buah masak beratraksi. Plethaakkk.... hantaman terik kemarau menghentak buah randu masak. Merekah menunjukkan padatnya isi serat memutih.
Byuurr..... lembut serat randu menyiram bumi, memahkotai kepala peneduh. Giliran hembusan angin memburai serat dari buah yang merekah. Serasa hujan serat randu putih mengguyur bumi di puncak kemarai.
Terdengar sedak kecil dari tenggorokan peneduh yang peka terhadap serat halus yang terhirup. Kalah oleh riuhnya seruan gembira para cantrik yang sengaja menadah hujan randu. Derai serat randu melambungkan mimpi.