Unsur santan yang memberi rasa gurih melambangkan 'Cadiak Pandai' atau cendekiawan. Pemberi tuntunan pemecahan masalah secara keilmuan. Ilmu kehidupan yang diperas dari pengetahuan dan kearifan.
Rasa pedas yang tegas dan pas, berasal dari lado alias cabai. Wujud filosofi sosok alim ulama atau agamawan yang tegas, serta fokus dalam menegakkan kebenaran.
Kelezatan rendang ditopang oleh aneka bumbu. Ada rimpang jahe, lengkuas, berpadu dengan umbu bawang, buah cabai, pala serta bebijian semisal jintan. Keberagaman yang menggambarkan masyarakat.
Setiap komponen berpadu dalam belanga. Peran tetua, agamawan, ilmuwan dan masyarakat yang diaduk menjadi padu harmoni selaras. Pemasakan yang memakan waktu cukup lama. Proses panjang bukan instan sekejap.
Rendang juga mewujud dalam kepedulian. Saat terjadi bencana alam, rendang juga hadir menyapa sahabat yang berduka. Donasi lauk rendang yang awet menjadi salah satu pilihan.
Coto Makassar bukan hanya untuk pembesar
Ragam soto Nusantara luar biasa banyaknya. Hampir setiap wilayah memiliki kekhasannya. Begitupun Coto Makassar yang akrab dengan jerohan dan berkuah kental, gurih menggoda. Dilaporkan mempergunakan 40 ragam bumbu dan rempah Nusantara.
Serasa belum sah hadir di Makassar tanpa menyantap Coto Makassar. Pastinya juga banyak disajikan di daerah lain. Coto Makassar bukan hanya milik masyarakat Sulsel, menjadi kekayaan warisan budaya yang dikenal seantero Nusantara. Maskapai Garuda menjadikannya sebagai salah satu pilihan menu.
Coto Makassar, ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda tingkat Nasional pada tahun 2015 dengan noreg 201500277.
Bir Pletok, kearifan lokal Betawi