Ada interaksi timbal balik antara produsen dan konsumen yang mempengaruhi perilaku berolah tanah. Ada tuntutan konsumen-produsen yang memicu peningkatan erosi tanah. Erosi bukan hanya masalah produksi.
Dataran tinggi Dieng, merupakan salah satu laboratorium alam untuk amatan erosi tanah yang nyata. Selalu berdebar saat mengunjunginya tahun demi tahun. Kawasan hutan semakin sempit di puncak bukit. Bahkan beberapa bukit terbuka polos.Â
Petani menggenjot produksi kentang memasok pesanan. Terengah menahan produktivitas yang kian melorot. Pada daerah dengan ekologi senada mencapai 20 ton per hektar. Produktivitas di wilayah ini mentok di belasan awal ton per hektarnya.
Begitu sering pendampingan teknis di lapangan berhadapan dengan struktur dan kebijakan yang berlaku di masyarakat umum. Tindakan teknis yang dilandasi oleh budaya setempat, lebih mudah diterima oleh pelaku agrobisnis. Erosi tanah merasuk ranah sosial budaya, bagian dari pilar humaniora.
Alangkah indahnya apabila kesadaran memelihara martabat, kehormatan dan memuliakan tanah ini menjadi milik bersama. Bersama merasa kewirangan, malu dengan erosi yang menelanjangi bumi. Mari bersama memiliki budaya "Nyabuk Gunung" memuliakan tanah dan menekan erosi.
Salam lestari
Catatan: Foto-foto, diambil dari kawasan dataran tinggi Dieng. Artikel apresiasi atas artikel sahabat kompasianer yang "Nyabuk Gunung" bersama masyarakat Tengger.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H