Di penghujung perang panjang, Tuanku Imam Bonjol sebagai pemimpin perang Padri yang menjadi gerakan melawan penjajah, berhasil ditangkap melalui gerakan tipu muslihat. Beliau diasingkan nun jauh dari bumi ranah Minang ke Manado.
Perang yang kemudian disesali baik oleh kaum Padri maupun kaum adat. Mengundang campur tangan pada masalah internal tidak menyelesaikan masalah, malah mengoyak persatuan masyarakat adat. Perang Padri menjadi kenangan heroik sekaligus traumatik bagi persatuan bangsa.
Tuanku Imam Bonjol mengalami pembuangan, semula di Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon. Terakhir ke Lotta, Pineleng Minahasa, dekat Manado. Disinilah beliau wafat dan dimakamkan di tempat pengasingan tersebut yang kini menjadi salah satu cagar budaya.
Pesan Damai dari Pineleng Minahasa
Begitupun keyakinan masyarakat setempat. Hubungan vertikal dengan Sang Maha Kasih yang juga mewujud pada hubungan horisontal berupa relasi dengan sesama yang saling bertoleransi. Saling menghormati tanpa mengusik kepercayaan masing-masing individu. Tumbuh saling pemahaman untuk hidup berdampingan dalam damai.
Perjalanan panjang perang Padri, Tuanku Imam Bonjol dari Minangkabau dan masyarakat Pineleng Minahasa sudah membuktikannya. Memelihara perdamaian lebih indah dari pada mengusiknya. Sekitar cagar budaya terdapat beberapa masjid dan mushola. Begitupun di kota Manado, masjid berdampingan dengan gereja. Tentunya juga aneka rumah ibadah sesuai kepercayaan masyarakat setempat. Mari hidup berdampingan. Pesan damai racikan masyarakat Minahasa - Tuanku Imam Bonjol. Pesan damai dari Pineleng Minahasa. Menyatukan jarak dan budaya Minangkabau-Minahasa. Si tou timou tumou tou.
Salatiga, 3 Maret 2019.
Teriring salam damai
Prih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H