Pilar keberlanjutan berkaitan dengan pendekatan 3P yaitu people berkaitan dengan ranah sosial budaya, profit merujuk pada aspek ekonomi dan planet yang berorientasi pada aspek lingkungan. Mata rantai pengait antara keberadaan agrowisata Sondokoro dan industri tebu berkelanjutan juga ditelaah dari ke 3 aspek tersebut.
Tak pelak efisiensi dan optimalisasi produksi menjadi penyeimbang antara serapan tenaga kerja dan produktivitas tenaga. Hilirnya diharapkan mewujud pada tingkat kesejahteraan. Keberlanjutan industri tebu melalui diversifikasi usaha agrowisata ini semoga menjadi jembatan pewujud harapan.
Keberagaman sisi dalam agrowisata Sondokoro kiranya juga menjadi penguat ekonomi. Terjalin sinergi antar agrowisata dan industri tebu. Kepuasan pengunjung menjadi daya pikat promosi yang melanggengkan sektor ini.
Aspek Sosial: keriuhan tradisi cembengan menjelang kegiatan giling berlangsung sejak zaman dulu. Kawasan pabrik gula menjadi terbuka bagi umum. Aneka wahana permainan dan kios jajanan tersedia. Konon sebagai wujud syukur atas panen tebu dan mohon doa restu agar operasional pabrik lancar.
Industri gula menjadi bagian dari komunitas masyarakat sekitar. Keriuhan yang dahulu hanya berlangsung sekali dalam setahun dalam rentang waktu tertentu, kini dimodifikasi. Secara sosial agrowisata Sondokoro telah memiliki akar formatnya. Bahkan kini pengunjung penduduk sekitar meluas hingga radius tak terbatas.
Penamaan Sondokoro merangkul cerita rakyat antara Ki Sondo dan Nyi Koro. Perseteruan yang dibuhul dalam kebersatuan. Dirangkumlah nama Sondokoro perekat budaya.
Aspek Lingkungan: Untuk menikmati aura manis, kami masyarakat sekitar pabrik gula juga harus rela rumah terpapar abu dan debu pabrik yang berhembus dari cerobong raksasa. Tentunya dengan kemajuan filterisasi kini ruahan abu/debu bisa ditekan.