Sekian dasawarsa lalu, memandang kawasan PG Tasikmadoe dalam rasa manis. Gemuruh mesin saat giling tebu hingga aroma manis melumuri kami pelintasnya. Kini menikmati Agrowisata Sondokoro dan menyorotnya dalam perspektif industri tebu berkelanjutan.
Agrowisata Sondokoro
Pabrik Gula (PG) Tasikmadoe serasa menjadi jantung aktivitas warga sekitar. Kala "kadar kemanisan" industri tebu serasa agak menghambar, segeralah ditingkah dengan diversifikasi usaha. PTPN IX mewujudkan Agrowisata Sondokoro berbasis industri tebu.
Salah satu andalannya adalah wisata spoor alias sepur/kereta api. Tersedia 3 macam spoor yang bertenaga uap dengan pilahan jalur dan durasi perjalanan. Mau pilih spoor gula dengan durasi tersingkat. Spoor Sakarosa menghantar pengunjung menikmati jalur terowongan hingga areal pabrik gula.
Pilar keberlanjutan berkaitan dengan pendekatan 3P yaitu people berkaitan dengan ranah sosial budaya, profit merujuk pada aspek ekonomi dan planet yang berorientasi pada aspek lingkungan. Mata rantai pengait antara keberadaan agrowisata Sondokoro dan industri tebu berkelanjutan juga ditelaah dari ke 3 aspek tersebut.
Tak pelak efisiensi dan optimalisasi produksi menjadi penyeimbang antara serapan tenaga kerja dan produktivitas tenaga. Hilirnya diharapkan mewujud pada tingkat kesejahteraan. Keberlanjutan industri tebu melalui diversifikasi usaha agrowisata ini semoga menjadi jembatan pewujud harapan.
Keberagaman sisi dalam agrowisata Sondokoro kiranya juga menjadi penguat ekonomi. Terjalin sinergi antar agrowisata dan industri tebu. Kepuasan pengunjung menjadi daya pikat promosi yang melanggengkan sektor ini.
Aspek Sosial: keriuhan tradisi cembengan menjelang kegiatan giling berlangsung sejak zaman dulu. Kawasan pabrik gula menjadi terbuka bagi umum. Aneka wahana permainan dan kios jajanan tersedia. Konon sebagai wujud syukur atas panen tebu dan mohon doa restu agar operasional pabrik lancar.
Industri gula menjadi bagian dari komunitas masyarakat sekitar. Keriuhan yang dahulu hanya berlangsung sekali dalam setahun dalam rentang waktu tertentu, kini dimodifikasi. Secara sosial agrowisata Sondokoro telah memiliki akar formatnya. Bahkan kini pengunjung penduduk sekitar meluas hingga radius tak terbatas.
Penamaan Sondokoro merangkul cerita rakyat antara Ki Sondo dan Nyi Koro. Perseteruan yang dibuhul dalam kebersatuan. Dirangkumlah nama Sondokoro perekat budaya.
Aspek Lingkungan: Untuk menikmati aura manis, kami masyarakat sekitar pabrik gula juga harus rela rumah terpapar abu dan debu pabrik yang berhembus dari cerobong raksasa. Tentunya dengan kemajuan filterisasi kini ruahan abu/debu bisa ditekan.
Bagas selain dipres menjadi bahan bakar juga menjadi media bagi industri jamur. Blotong gumpalan hasil samping penjernihan  nira cukup kaya dengan unsur hara. Menjadi pupuk bagi lahan hamparan tebu. Belajar mengembalikan ke alam untuk menjaga kesuburan tanah.
Aneka industri pengolah tetes semisal pengolahan menjadi alkohol dan energi terbarukan bioenergi. Beberapa industri penyedap masakan menggunakan bahan dasar tetes tebu.Â
Pun industri pengomposan memerlukan tetes sebagai aktivator. Dari alam kembali ke alam.
Berdasarkan telaah mini ini kiranya terwujud, Agrowisata Sondokoro dalam Perspektif Industri Tebu Berkelanjutan.Â
Beberapa industri tebu melakukan diversifikasi, semisal Agrowisata Madukismo di PG Madukismo Yogyakarta. Museum gula di PG Gondang Winangun Klaten. De Tjolomadoe adalah wisata teranyar di PG Colomadu di dekat bandara A. Sumarmo Surakarta.
Ingin berkunjung? Agrowisata Sondokoro yang berada di kawasan PG Tasikmadoe ini berada di kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar. Hanya beberapa kilometer di sebelah Timur kota Surakarta.
[Catatan: postingan penyemangat para teruna kebun yang sedang belajar menyorot agrowisata dan pertanian berkelanjutan dan menyajikannya di Kompasiana.]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H