Kalau mengacu nasehat almarhum Bapak, lebih baik pagar mangkok daripada pagar tembok, bisa-bisa menjadi penghambat rezeki tukang bangunan, toko penyedia material termasuk perancang model pagar tembok maupun pagar besi. Modifikasi filosofi pagar mangkok memperkokoh pagar tembok, rasanya masih tetap relevan hingga kini. Bukan meniadakan penjagaan fisik namun melengkapi. Pendekatan harmonisasi bukan komparasi. Menumbuhkembangkan sisi humanis dalam hidup bertetangga.
Modifikasi Pagar Mangkok
Modifikasi pagar mangkok dalam skala yang lebih besar juga terjadi. Semisal tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) prioritas penerimaan tenaga kerja setempat untuk kualifikasi tertentu. Daerah sekitar sebagai penyedia tenaga kerja akan memiliki ikatan emosional dengan perusahaan. Meskipun senyatanya pola ini tidak murni falsafah pagar mangkok, rasa "se" yang hadir karena aspek kesetaraan bukan melulu yang memberi dan diberi.
Lah kalau mangkok yang dihantar bukan lagi berupa jangan gori, namun semangkok berlian atau yang sepadan. Silakan berhati-hati dan bertanya pada hati nurani. Nuansa pagar mangkok saling melindungi akan terjadi dengan mekanisme pemeriksaan berlapis dan tanggung renteng dalam suatu perkara. Yok pagar mangkok alami jangan dipelintir hingga terkilir.
***
Membuhul satu rasa "se" sari ajaran dari pagar mangkok masih tetap manjur untuk mengikat kesatuan antar tetangga. Sapaan 'Selamat Pagi...' meski hanya lewat jendela mobil yang terbuka saat terburu berangkat kerja, bagian dari memelihara rasa menjadi bagian. Kegiatan sosial membesuk yang pada umumnya menjadi wilayah para ibu juga wujud empati bertetangga.
Sungguh pagar mangkok memperkokoh pagar tembok, kearifan lokal yang tak lekang oleh waktu. Sahabat kompasiana berkenan berbagi rasa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H