Mohon tunggu...
NOVIYANTI PRIHATIN 121211083
NOVIYANTI PRIHATIN 121211083 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kampus Universitas Dian Nusantara

Mahasiswa Kampus Universitas Dian Nusantara Program Studi Akuntansi Mata Kuliah Akuntansi Forensik Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Ranggawarsita, Kalasuba, Kalatidha, Kalabendhu dan Fenomena Korupsi di Indonesia

20 Juli 2024   22:54 Diperbarui: 20 Juli 2024   22:54 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PEMIKIRAN RANGGAWARSITA DI ERA KALASUBA, KALATIDHA, KALABENDHU TERHADAP FENOMENA KORUPSI DI INDONESIA

Salah satu pujangga dan filsuf terbesar Indonesia, Raden Ngabehi Ranggawarsita, menjelajahi dengan sangat rinci tatanan sosial-politik dan spiritual pada masanya melalui tulisan-tulisannya. Ide-idenya tercermin dalam tiga serat (tulisan) Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu, yang mewakili periode sejarah yang berbeda. Karya-karya ini bertindak sebagai cermin untuk masalah-masalah modern seperti krisis korupsi yang sedang berlangsung di Indonesia, selain menawarkan representasi puitis dari keadaan pada zamannya. Esai ini menggunakan perspektif filosofis Ranggawarsita untuk menganalisis masalah korupsi dan menempatkan gagasan-gagasannya dalam kerangka berbagai periode sejarah.

Visi Ratu Adil dari Ranggawarsita

Ranggawarsita, di antara konsep-konsepnya yang paling berpengaruh adalah gagasan tentang Ratu Adil, Raja yang Adil, sosok mesianis yang ditakdirkan untuk mengantarkan era keadilan, kemakmuran, dan harmoni. Konsep Ratu Adil tertanam kuat dalam tradisi mesianis Jawa, mengacu pada nubuat kuno dan narasi tentang penguasa yang adil yang memulihkan ketertiban dunia yang berantakan

Namun, Ranggawarsita menanamkan konsep ini dengan perpaduan unik antara dimensi spiritual dan etika, yang menekankan pentingnya "eling lan waspada" (kesadaran dan kewaspadaan). Penekanan pada kesadaran moral dan kepemimpinan yang beretika ini membuat Ratu Adil berbeda dari sekadar tokoh politik, dan mengangkat konsep ini ke ranah transformasi spiritual dan regenerasi masyarakat.

Dalam konteks kontemporer Indonesia yang sedang bergulat dengan isu korupsi yang merajalela, visi Ranggawarsita tentang Ratu Adil menawarkan sebuah mercusuar harapan dan ajakan yang kuat untuk bertindak. Sosok Ratu Adil menjadi pengingat akan prinsip-prinsip dasar keadilan, integritas, dan kepemimpinan moral yang sangat penting bagi masyarakat yang sehat dan berkembang.

Sumber: dgi.or.id
Sumber: dgi.or.id

Visi Ratu Adil melampaui wacana politik semata; visi ini menggali ranah transformasi spiritual, menekankan perlunya setiap individu untuk mengembangkan kebajikan-kebajikan batin seperti belas kasih, kejujuran, dan tidak mementingkan diri sendiri. Kebajikan-kebajikan ini merupakan landasan bagi masyarakat yang adil dan setara, di mana kekuasaan dijalankan dengan integritas dan kebaikan bersama lebih diutamakan daripada keuntungan pribadi.

Pesan Ranggawarsita bukanlah pesan untuk pasrah secara pasif atau idealisme utopis; pesan ini merupakan ajakan untuk bertindak, mendorong individu dan masyarakat secara keseluruhan untuk merangkul nilai-nilai yang terkandung dalam Ratu Adil. Ini adalah panggilan untuk membangkitkan kesadaran kolektif kita, untuk menantang status quo, dan untuk menuntut kepemimpinan yang menjunjung standar etika tertinggi.

Di dunia yang bergulat dengan korupsi, ketidaksetaraan, dan degradasi lingkungan, visi Ranggawarsita tentang Ratu Adil menawarkan pesan abadi tentang harapan dan transformasi. Visi ini merupakan pengingat bahwa kemajuan sejati tidak hanya terletak pada struktur dan kebijakan eksternal, tetapi juga pada pengembangan kebajikan batin dan komitmen kolektif terhadap prinsip-prinsip etika. Dengan merangkul semangat Ratu Adil, kita dapat memulai perjalanan menuju masa depan yang lebih adil, merata, dan berkelanjutan.

Kalasuba: Zaman Keemasan Kelimpahan dan Moralitas

Era Kalasuba digambarkan sebagai masa yang penuh dengan kelimpahan dan kebajikan, ketika masyarakat berkembang pesat di bawah kepemimpinan para pemimpin yang saleh dan tercerahkan. Masyarakat seharusnya hidup dalam harmoni selama masa ini, dengan kemakmuran dan integritas moral yang menjadi ciri khas keberadaan mereka. Menurut penggambaran Ranggawarsita, Kalasuba adalah negara yang sempurna dengan sedikit korupsi karena rakyatnya mengikuti hukum moral dan para pemimpinnya memiliki moral yang tinggi. Pada periode ini persoalan yang menggemparkan yakni kasus Priyayi Prigelang (Digital Library Universitas Pertahanan, 2021). Kasus ini melibatkan seorang pejabat tinggi yang menggunakan posisinya untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan rakyat. Pejabat tersebut akhirnya tertangkap dan dihukum, tetapi kasus ini menyoroti korupsi yang meluas yang menjangkiti masyarakat Jawa pada saat itu.

Periode sejarah ini digunakan sebagai inspirasi di Indonesia saat ini. Namun, korupsi yang meluas yang mengikis kepercayaan ini merupakan sebuah kesulitan. Tidak hanya perubahan sistemik yang diperlukan untuk menciptakan negara yang mirip dengan Kalasuba, tetapi karakter moral para pemimpin dan warga negara juga harus berubah.

Kalatidha: Zaman Kemerosotan Moral dan Ketidakpastian

Diterjemahkan sebagai "zaman ketidakpastian", Kalatidha menunjukkan periode kemerosotan moral dan ketidakpastian. Ranggawarsita menggunakan metafora yang kuat untuk menjelaskan realitas sosial dalam bukunya yang terkenal, Serat Kalatidha. Perasaan ini diungkapkan dengan tepat dalam bait ketujuh dari tembang Sinom dari Serat Kalatidha:

Amenangi jaman edan,

(Hidup di masa-masa sulit)

Ewuh aya ing pambudi,

(Semua terasa sulit dan menyusahkan)

Milu edan nora tahan,

(Tidak tahan untuk mengikuti kegilaan)

Yen tan miluanglakoni,

(Namun jika seseorang tidak mengikuti)

Boya kaduman melik,

(Mereka tidak mendapatkan bagian kekayaan)

Kaliren wekasanipun,

(Dan akhirnya menghadapi kelaparan)

Ndilalah karsa Allah,

(Tapi itu adalah kehendak Tuhan)

Begjabegjanekang lali,

(Yang paling bahagia adalah mereka yang lupa diri)

Luwih begja kang eling lawan waspada.

(Yang lebih berbahagia lagi adalah mereka yang ingat dan tetap waspada)

Periode sejarah ini mewakili Indonesia modern yang korup. Pepatah "ikut gila tidak tahan, kalau tidak ikut melakukan, tidak kebagian pendapatan" (ikut gila tidak tahan, kalau tidak ikut melakukan, tidak kebagian pendapatan) menunjukkan kebenaran yang kuat tentang kondisi saat ini, di mana banyak orang merasa terpaksa melakukan kegiatan korup untuk bertahan hidup atau berkembang. Sebagai contoh yakni pada skandal perdagangan teh VOC, dimana Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) memonopoli perdagangan teh di Jawa. Pada abad ke-18, terungkap bahwa para pejabat VOC terlibat dalam penyuapan dan praktik korupsi lainnya untuk menaikkan harga teh. Skandal ini menimbulkan kemarahan publik dan seruan untuk melakukan reformasi.

Kalabendhu: Era Kegelapan dan Kehancuran

Zaman Kalabendhu adalah zaman yang penuh dengan kesuraman dan kehancuran, ketika kebusukan moral mencapai puncaknya dan sistem sosial runtuh. Serat Kalabendhu karya Ranggawarsita melukiskan gambaran suram tentang sebuah dunia di mana:

Dalajading praja kawuryan wus suwung,

(Negara telah menjadi kosong)

Lbur pangrh tata, karana tanpa palupi,

(Tata kelola pemerintahan hancur, karena kurangnya panutan)

Pan wus tilar silastuti titi tata

(Norma-norma kebaikan dan kehati-hatian telah ditinggalkan)

Gambaran ini sangat mencerminkan keadaan sistem politik dan administrasi Indonesia yang rusak. Masalah ini diperparah dengan kurangnya panutan moral dalam posisi-posisi otoritas, yang merusak kepercayaan publik dan tata kelola pemerintahan. Sebagai contoh persoalan skandal tanah gula. Pada abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda menerapkan sistem kerja paksa untuk mengolah perkebunan gula. Sistem ini sarat dengan korupsi, karena para pejabat menerima suap dari para pekebun untuk mengizinkan mereka mengeksploitasi para pekerjanya. Skandal ini menyebabkan kemiskinan dan penderitaan yang meluas di kalangan petani Jawa (Akbar, 2022).

Fenomena Korupsi di Indonesia

Di Indonesia, korupsi adalah masalah kompleks yang terjalin di seluruh struktur sosial-politik dan ekonomi negara. Korupsi merasuk ke dalam masyarakat dan pemerintahan di semua tingkatan, sehingga menjadi hambatan serius bagi kemajuan dan keadilan. Misalnya saja kasus korupsi Hambalang. Kasus ini melibatkan pembangunan kompleks olahraga untuk Pesta Olahraga Asia Tenggara 2012. Proyek ini secara besar-besaran melebihi anggaran, dan kemudian terungkap bahwa para pejabat pemerintah telah mengantongi jutaan dolar dalam bentuk suap. Kasus ini merupakan pengingat akan masalah korupsi yang sedang berlangsung di Indonesia. Pandangan filosofis Ranggawarsita menawarkan landasan untuk memahami dan menganalisis fenomena ini.

Konteks Sejarah

Sejak sejumlah kecil orang menguasai sebagian besar sumber daya dan otoritas selama era kolonial, korupsi telah ada di Indonesia. Praktik korupsi semakin mengakar setelah kemerdekaan ketika pemerintahan otoriter mengkonsolidasikan kekuasaan mereka. Demokrasi tidak menghapus korupsi, namun justru sering kali mengambil bentuk baru, dan desentralisasi terkadang berkontribusi pada meningkatnya korupsi di tingkat lokal.

Elemen Sosiokultural

Sejumlah elemen masyarakat berperan dalam korupsi yang masih berlangsung di Indonesia. Sistem patronase yang tertanam kuat dalam masyarakat Indonesia adalah sistem patronase, di mana kepatuhan terhadap orang atau organisasi yang berkuasa sering kali lebih diutamakan daripada kepatuhan terhadap hukum. Selain itu, gagasan "asal bapak senang" (asal atasan senang) adalah cerminan dari kecenderungan budaya untuk menempatkan kebutuhan atasan di atas perilaku moral.

Ketidaksetaraan Finansial

Ketidaksetaraan dalam kekayaan adalah faktor penting lain yang membuat korupsi tetap hidup. Ketika sumber daya dan kekayaan tidak terdistribusi secara merata dalam masyarakat, orang-orang yang memiliki posisi kekuasaan dapat memanfaatkan keuntungan ini untuk mengumpulkan kekayaan, sementara mereka yang berada di posisi yang kurang kuat dapat beralih ke taktik yang tidak bermoral untuk menambah penghasilan mereka. Sulit untuk memutus lingkaran setan yang diciptakan oleh dinamika ini.


Menelaah Korupsi melalui Perspektif Ranggawarsita

Sebuah metode yang beragam dan konsisten dengan wawasan filosofis Ranggawarsita diperlukan untuk memerangi korupsi di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa taktik penting:

  • Kepemimpinan yang bermoral: Indonesia membutuhkan pemimpin yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral dan berdedikasi pada keadilan dan keterbukaan, mengikuti jejak Ratu Adil. Budaya integritas dapat dipromosikan dan perubahan dapat diilhami oleh kepemimpinan yang memberi contoh.
  • Transformasi budaya: Masyarakat yang lebih bermoral dapat dicapai dengan mengarahkan kembali cita-cita masyarakat ke arah "eling lan waspada" (sadar dan waspada). Kampanye untuk kesadaran dan pendidikan publik mungkin sangat penting untuk perubahan ini.
  • Reformasi Sistemik: Untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, sangat penting untuk memperkuat institusi dan kerangka hukum. Hal ini mencakup perlindungan bagi para pelapor dan penegakan hukum antikorupsi secara ketat.

Terangkum dalam era Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu, ide-ide Ranggawarsita memberikan wawasan yang signifikan tentang aspek moral dan etika dari tantangan masyarakat. Penafsirannya tentang Ratu Adil dan fokusnya pada "eling lan waspada" menawarkan landasan konseptual untuk mengatasi masalah-masalah modern seperti korupsi. Dengan mengambil inspirasi dari pengetahuannya, Indonesia dapat mencapai masa ketika kepemimpinan moral dan kesadaran sosial yang waspada akan mengalahkan hambatan korupsi dan menciptakan masyarakat yang adil dan berkembang.

Pemikiran Rangawarsita tentang korupsi masih relevan hingga saat ini. Beliau percaya bahwa korupsi merupakan akar dari berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, dan merupakan gejala dari kegagalan moral yang lebih dalam. Beliau juga percaya bahwa korupsi dapat diatasi dengan kepemimpinan yang kuat, komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang baik, dan kebangkitan nilai-nilai tradisional. Tulisan-tulisan Rangawarsita menawarkan perspektif yang berharga tentang masalah korupsi di Indonesia. Tulisan-tulisan tersebut mengingatkan kita bahwa korupsi bukanlah masalah baru, dan bahwa korupsi adalah masalah yang telah dihadapi oleh masyarakat sepanjang sejarah. Tulisan-tulisan tersebut juga menawarkan harapan untuk masa depan, menunjukkan bahwa korupsi dapat diatasi dengan pendekatan yang tepat.





Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun