Era Kalasuba digambarkan sebagai masa yang penuh dengan kelimpahan dan kebajikan, ketika masyarakat berkembang pesat di bawah kepemimpinan para pemimpin yang saleh dan tercerahkan. Masyarakat seharusnya hidup dalam harmoni selama masa ini, dengan kemakmuran dan integritas moral yang menjadi ciri khas keberadaan mereka. Menurut penggambaran Ranggawarsita, Kalasuba adalah negara yang sempurna dengan sedikit korupsi karena rakyatnya mengikuti hukum moral dan para pemimpinnya memiliki moral yang tinggi. Pada periode ini persoalan yang menggemparkan yakni kasus Priyayi Prigelang (Digital Library Universitas Pertahanan, 2021). Kasus ini melibatkan seorang pejabat tinggi yang menggunakan posisinya untuk memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan rakyat. Pejabat tersebut akhirnya tertangkap dan dihukum, tetapi kasus ini menyoroti korupsi yang meluas yang menjangkiti masyarakat Jawa pada saat itu.
Periode sejarah ini digunakan sebagai inspirasi di Indonesia saat ini. Namun, korupsi yang meluas yang mengikis kepercayaan ini merupakan sebuah kesulitan. Tidak hanya perubahan sistemik yang diperlukan untuk menciptakan negara yang mirip dengan Kalasuba, tetapi karakter moral para pemimpin dan warga negara juga harus berubah.
Kalatidha: Zaman Kemerosotan Moral dan Ketidakpastian
Diterjemahkan sebagai "zaman ketidakpastian", Kalatidha menunjukkan periode kemerosotan moral dan ketidakpastian. Ranggawarsita menggunakan metafora yang kuat untuk menjelaskan realitas sosial dalam bukunya yang terkenal, Serat Kalatidha. Perasaan ini diungkapkan dengan tepat dalam bait ketujuh dari tembang Sinom dari Serat Kalatidha:
Amenangi jaman edan,
(Hidup di masa-masa sulit)
Ewuh aya ing pambudi,
(Semua terasa sulit dan menyusahkan)
Milu edan nora tahan,
(Tidak tahan untuk mengikuti kegilaan)
Yen tan miluanglakoni,