Â
"Embun pagi juga mengajarkan kita tentang kesabaran," lanjut Mbah Karto. "Sama seperti embun yang menetes perlahan, kita harus sabar dalam menjalani hidup. Jangan terburu-buru, karena kesabaran akan membawa kita pada hasil yang baik."
Â
Matahari mulai menyapa cakrawala, menandakan waktu untuk memulai aktivitas. Mbah Karto menunduk, mencium tanah dengan penuh hormat. "Terima kasih, Embun Pagi, atas rezeki yang kau berikan," bisiknya.
Â
Mbah Karto kemudian beranjak, meninggalkan teras rumah, menuju sawah untuk menanam padi. Langkahnya meskipun sudah renta, tetap tegap, penuh semangat, dan dipenuhi dengan kebijaksanaan. Mbah Karto, dengan segala kearifan lokalnya, menjadi teladan bagi generasi muda untuk menjaga tradisi dan nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang.
Â
Embun pagi di kaki Gunung Merapi, tak hanya menandakan awal hari, tapi juga menjadi simbol kearifan lokal yang terus hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H