Mohon tunggu...
Novita Yuliana
Novita Yuliana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - -

Menari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Warisan Embun Pagi

20 September 2024   08:28 Diperbarui: 20 September 2024   08:29 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

"Embun pagi juga mengajarkan kita tentang kesabaran," lanjut Mbah Karto. "Sama seperti embun yang menetes perlahan, kita harus sabar dalam menjalani hidup. Jangan terburu-buru, karena kesabaran akan membawa kita pada hasil yang baik."

 

Matahari mulai menyapa cakrawala, menandakan waktu untuk memulai aktivitas. Mbah Karto menunduk, mencium tanah dengan penuh hormat. "Terima kasih, Embun Pagi, atas rezeki yang kau berikan," bisiknya.

 

Mbah Karto kemudian beranjak, meninggalkan teras rumah, menuju sawah untuk menanam padi. Langkahnya meskipun sudah renta, tetap tegap, penuh semangat, dan dipenuhi dengan kebijaksanaan. Mbah Karto, dengan segala kearifan lokalnya, menjadi teladan bagi generasi muda untuk menjaga tradisi dan nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang.

 

Embun pagi di kaki Gunung Merapi, tak hanya menandakan awal hari, tapi juga menjadi simbol kearifan lokal yang terus hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun