“bagus!! Thanks yaa sob, lo emang temen gw”
Kami pun tertawa bersama dalam hujan yang belum juga menandakan akan berakhir. Tak lama aku melihat sepasang mata yang menatap ke arah meja kami. Mata penuh amarah dan rasa benci. Dia adalah temanku satu kelas, namanya rasta. Nama yang aneh, seperti sejenis obat terlarang saja. Dia memang paling tidak suka dengan apa yang aku lakukan, selalu mengawasi yang seharusnya tidak dia awasi. Bukan urusan dia juga kan kalau gw ngapain? Batinku.
Esoknya.
“eh, gw mau ngomong ama lo!” ajak rasta siang itu sehabis jam kuliah.
“kenapa ras?”
“gw jujur ga suka ama lo ngajak temen-temen gw buat sholat gitu, gw jadi kehilangan temen tau ga!! Gw harap lo hentiin semua apa yang lo lakuin sampai sejauh ini deh, sebelum gw bertindak lebih dari peringatan ini”
“kenapa ras? Lo mau gw ajak?” tantangku.
“apaan sii lo nan, lo ngajak berantem?”
“siapa yang ngajak berantem? Tenang.. kalo lo mau sholat, atau mau ikut ajakan gw, ikut ajah kali”
“ahh, capek gw ikutin lo, jing!” pergi rasta dengan kekesalannya.
Akhir-akhir ini aku memang mengalami kemajuan yang lumayan. Aku mengajak separuh dari semua teman lelaki hanya untuk sekedar sholat. Tak cuman itu, anak perempuan pun mulai tergerak hatinya setelah mendengar beberapa argumenku, tentu saja setelah di perkuat oleh raka. Dia memang sahabat yang baik.