Mohon tunggu...
Bahas Sejarah
Bahas Sejarah Mohon Tunggu... Guru - Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Sejarah Bangsanya Sendiri

Berbagi kisah sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencari Hikmah dari Kisah Perpecahan Umat Islam di Sarekat Islam

12 Mei 2023   11:30 Diperbarui: 12 Mei 2023   11:26 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian pula dengan Kartosuwiryo, yang memiliki pandangan khusus terhadap perjuangan Islam. Lantaran SI dianggap sudah tidak memperjuangkan kepentingan Islam secara keras melawan Belanda, ia pun ikut mundur dari SI Putih. Seperti kita ketahui, SI Putih kala itu mulai bertransformasi menjadi sebuah partai, bernama Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).

Namun cita-cita perjuangannya justru meluas hingga mempengaruhi organiasi-organisasi yang lahir dan berkembang pada masa itu. Seperti Nahdlatul Ulama ataupun Muhammadiyah. Dengan banyak diantara para anggota organisasi dakwah tersebut turut aktif dalam SI. Serta bekerjasama dalam membangun masyarakat secara pendidikan maupun aksi sosial, berbasis dakwah Islam.

Secara faktual memang Cokroaminoto sebagai pendiri SI adalah tokoh sekaligus guru para intelektual pada masa itu. Begitupula dengan K.H. Ahmada Dahlan ataupun K.H. Hasyim Asy'ari, yang memiliki kedekatan secara filosofis terkait pendirian organisasi pergerakan yang berorientasi dakwah. Namun tidak mencampuradukkannya dengan urusan politik secara umum.

Inilah yang menjadi dasar, bagaimana Islam kerap dipakai dalam kepentingan politik yang justru merugikan perjuangannya. Selain sebagai sarana dakwah, kiranya tidaklah tepat jika kemudian politisasi agama justru berlaku demi kepentingan sekelompok orang. Begitulah kiranya atas apa yang menjadi fakta SI Merah memecah belah organisasi Islam terbesar pada masanya.

Bahkan Ben Anderson pun menyebutkan bahwa konflik berlatar ideologi ini berlangsung hingga masa revolusi kemerdekaan terjadi. Mereka (antar golongan) kerap mematik konflik yang justru merugikan perjuangan bersenjata. Seperti lahirnya kelompok-kelompok pemberontak DI/TII, seperti ungkap Mc. Ricklefs dalam "Nationalism and Revolution in Indonesia".

Hal ini kiranya dapat menjadi bahan analisis bersama, bagaimana politisasi atas nama agama sangat merugikan dan mencederai perjuangan dakwah yang sesungguhnya. Pola yang sama ketika Snouck Hurgronje memainkan politik pecah belah pada para pejuang Aceh. Padahal sejatinya sesuai dengan Anggaran Dasarnya, Sarekat Islam bukanlah organisasi yang bergerak atas tujuan politik.

Dapat diperhatikan 5 poin Anggaran Dasar Sarekat Islam berikut ini:

1. Mengembangkan jiwa dagang seluruh anggotanya,

2. Membantu anggota-anggota yang kesulitan dalam hal biaya dan usaha,

3. Memajukan pengajaran yang dapat menaikkan derajat rakyat,

4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai Islam (dakwah), dan

5. Hidup menurut perintah agama.

Lima poin diatas kiranya sudah memberi gambaran tegas, bagaimana SI bergerak secara organisasi. Maka, jika memandang SI adalah tonggak dasar kebangkitan gerakan politik Islam kiranya tidak tepat narasinya. Justru Belanda mengakui SI sebagai organisasi sosial karena kiprahnya dalam aspek tersebut. Dimana secara tidak langsung Belanda mengakui SI secara politis.

Mengakui secara politis ini bukan justru menegasikan landasan juang SI dalam agenda gerakan dakwah sosial ekonominya. Tetapi memberi ruang terbuka dalam penyampaian politik terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah Kolonial secara organisasi. Maka wajar jika SI Merah memandang ini sebagai bentuk kolaborasi SI Putih dengan Belanda.

Tak ayal banyak terjadi konflik yang berakhir dengan berbagai aksi sepihak berujung kekerasan. Tentu berbeda kiranya, ketika Partai Nasional Indonesia (PNI) maupun PKI yang secara jelas berdiri sebagai partai politik. Orientasi dan tujuannya tentu memiliki arti yang lebih komprehensif secara politik dibandingkan organisasi sosial lainnya kala itu.

Hal inilah yang kiranya dapat dipahami sebagai hikmah atas kisah perpecahan umat Islam pada masa Kebangkitan Nasional. Sikap dan reaksi atas apa yang terjadi sekiranya dapat memantik aksi solidaritas bagi pasukan pejuang kala memasuki masa revolusi. Ada pemahaman yang berangkat dari belajar dari masa lalu adalah hal yang wajib dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun