Paginya, ia kaget, lantaran banyak pasukan yang sedang steling di sekitar rumah, disertai beberapa panser. Di rumah Dr. Leimena,ada sosok terbaring ditutupi kain putih. Bahkan ketika mengantarkan anaknya, Naila ke sekolah, Rosihan Anwar mendengar berita tentang Dewan Revolusi yang dipimpin Letkol Untung.
Berita mengenai penembakan M.T. Haryono yang didapatnya melalui telepon sontak membuatnya terperanjat. M.T. Haryono adalah teman diskusinya dikala senggang. "Kalau Haryono mati begitu, ini tentu PKI punya kerja. Ini kudeta PKI", ungkap Rosihan Anwar. Sehari penuh ia mencari informasi yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.
Bahkan didapatinya ada 6 perwira tinggi TNI telah menjadi korban peristiwa di malam 1 Oktober 1965. Sedangkan A.H. Nasution selamat dari upaya pembunuhan, walau anak perempuannya Ade Irma Suryani Nasution, gugur. Adalah suatu hal yang menyedihkan baginya, seorang sahabatnya turut menjadi korban. "M.T. Haryono telah tiada, tetapi bagi saya hari esok masih ada".
Demikian kiranya kisah yang diambil dari pengalaman Rosihan Anwar kala peristiwa tersebut meletus. Tentu dapat disimpulkan sendiri bagaimana kondisi bangsa kala itu, dengan ragam realitasnya. Dengan penilaian langsung oleh para saksi sejarah yang merekam jelas bagaimana kisah ini dapat kemudian dituliskan kembali, sebagai sarana reflektif.
Salam damai, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H