Mohon tunggu...
Novita Maria
Novita Maria Mohon Tunggu... Penulis lepas -

infodanproduk.com http://gudanginfodanproduk.blogspot.co.id/ Email : novitamariagassner@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Berjudi di Casino Bauksit!

22 Juni 2015   11:10 Diperbarui: 13 Juli 2015   07:15 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah lebih dari satu tahun Indonesia berjudi di Kasino Bauksit pasca terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 1 Th. 2014 (12/1/14) tentang pengolahan dan pemurnian mineral yang sekaligus melarang eksport Mineral mentah barang tambang. Alhasil, nasib produksi Bauksit berkisar 45 Juta Ton/tahun (Data KADIN 2013) dipertaruhkan, tak bisa lagi dijual.

¤

Eksport dilarang, sedangkan pasar dalam negeri hanya mampu menyerap kurang dari 1 juta Ton Bauksit/tahun. Sementara, hasil pertambangan Bauksit telah menginjak 45 Juta Ton/tahun. Lalu, mau dikemanakan puluhan Juta Ton hasil produksi Bauksit itu bila tak boleh dieksport? Diputar di meja roullete!?

¤

Demikian hal yang terungkap dari diskusi “Kondisi Terkini, Harapan, dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia”, di Jakarta (25/5/15). Narasumber dalam diskusi itu adalah Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit & Bijih Besi Indonesia Erry Sofyan, mantan Direktur Jenderal Mineral & Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Simon Sembiring, Pakar Metalurgi Universitas Indonesia Prof. Bambang Suharno, Ekonom Faisal Basri, serta KaSub Pengawasan Produksi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Andri Budiman.

¤

Mengamati jalannya Seminar dan dengan berbekal kecintaan akan Indonesia, Penulis (setelah sebelumnya berdiskusi dengan seorang Pakar Metalurgi Senior, Rosfian A Dahar) menurunkan tulisan sebagai berikut___

¤

Apa latar belakangnya sehingga Indonesia seolah berani mempertaruhkan 45 Juta Ton kapasitas produksi Bauksit di meja judi? Indonesia punya keinginan mulia, Sebelum Bauksit dieksport terlebih dahulu harus dimurnikan untuk menjadi Alumina dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan memperkuat basis industri dasar nasional!

¤

Tahun 2013 (Satu tahun sebelum berjudi)

¤

Indonesia tampil sebagai Juara pada putaran Sirkuit Bauksit di pasar komoditas import China dengan berhasil mengeksport 45 Juta Ton Bauksit dari total kebutuhan konsumsi dalam negeri China yang berkisar 100 Juta Ton. Tahun 2015 kebutuhan China diperkirakan meningkat menjadi 130 Juta Ton, diasumsikan lebih dari 40 % akan disuplai oleh Bauksit Indonesia, sayangnya hal itu tidak terjadi, 12 Januari 2014 Bauksit Indonesia terlarang untuk eksport!

¤

Tahun 2014 (Awal Perjudian)

¤

Siapa saja yang berjudi? Pemerintah RI vis avis Perusahaan Bauksit dalam dan luar negeri. Kebijakan pemerintah yang melarang eksport Bauksit menyebabkan industri pertambangan Bauksit dalam negeri mati suri. Sebaliknya, industri Bauksit di luar negeri bertambah jaya karena perginya kompetitor potensial mereka, Bauksit Indonesia! Dimana, kebutuhan import Bauksit China (50 Juta Ton/2013) sebelumnya di dominasi oleh Bauksit asal eksportir Indonesia.

¤

Pada sesi perjudian ini Indonesia kehilangan potensi devisa, royalty, pajak dan penghasilan lain non pajak berkisar sebesar Rp. 22 Trilyun. Industri penambangan Bauksit lokal merumahkan 40.000 karyawan dan punya potensi gagal membayar hutang sebesar Rp. 40 Trilyun. Tampil sebagai Pemenangnya adalah pemain Bauksit di luar negeri yang tanpa bersusah payah ganti mengisi tempat Indonesia di pasar Bauksit dunia. Tercatat 2014, Malaysia meningkatkan pengiriman Bauksitnya sampai dengan 14 kali lipat lebih banyak dari tahun 2013 dengan harga yang sudah membumbung akibat absentnya Indonesia yakni, U$D.60,-/Ton (Info tambang, Nov/2014).

¤

Tahun 2015 (Prediksi Jalannya Perjudian)

¤

Hasil akhir perjudian Bauksit di tahun 2015 mirip dengan kejadian di tahun 2014 lalu. Hanya bedanya, Bauksit hasil penambangan lokal yang menumpuk bertambah menjadi berkisar 60 juta Ton. Industri pertambangan Bauksit mau tidak mau mengurangi angka produksinya hingga hampir 50%. Produksi tetap berjalan karena banyak yang masih berharap pemerintah bersedia membuka lagi kran eksport. Gagal eksport, Pemerintah akhirnya harus kembali kehilangan belasan Trilyun Devisa Bauksit. Daerah penghasil Bauksit, PADnya berkurang rata-rata sebesar 1%. Harga Bauksit dunia sudah lebih dari U$D. 60,-/Ton (Century Investment Future Agust/14)

¤

Tahun 2016

¤

Era Pasar Bebas ASEAN dimulai. Pada titik ini, perusahaan-perusahaan Bauksit yang masih bertahan hanya yang sudah memiliki smelter penghasil Alumina. Adapun yang tidak punya smelter, akan gulung tikar karena tak bisa menjual Bauksitnya di dalam negeri (minimnya daya serap smelter Alumina), maupun menjual ke luar negeri (adanya larangan eksport mineral mentah barang tambang). Potensi kredit macet 2014 menjadi kenyataan, Rp. 40 Trilyun uang Perbankan tak bisa dikembalikan oleh Pemain Bauksit lokal.

¤

Tingkat produksi Bauksit Indonesia sudah mengalami penurunan tajam akibat kemampuan smelter dalam negeri yang hanya mampu menyerap 2 Juta Ton Bauksit untuk dimurnikan menjadi 1 Juta Ton Alumina. Indonesia tetap tidak menghasilkan devisa eksport dari produksi Alumina karena Alumina yang dihasilkan hanya bisa menutupi kebutuhan dalam negeri.

¤

Tahun 2017

¤

Perusahaan-perusahaan pemilik Smelter Alumina menggenjot kapasitas produksi menjadi 1, 5 juta Ton. Kebutuhan Bauksit dalam negeri sedikit merangkak menjadi 3 s.d. 4 Juta Ton. Ini masih jauh dari total suplai produksi Bauksit tahun 2013 (45 Juta Ton). Bauksit tetap tak bisa dieksport, begitupun Alumina, hanya cukup untuk mensuplai kebutuhan industri smelter pencetak Aluminium dalam negeri pada kisaran 700 ribu Ton. Bila diasumsikan perorang Indonesia/tahun menkonsumsi 3 Kg Aluminium maka, 250 Juta orang Indonesia x 3 Kg adalah 750 Ribu Ton (Angka kebutuhan Nasional).

¤

Tahun 2018

¤

Kebutuhan Bauksit dalam negeri kembali meningkat berkisar 4 s.d. 5 Juta Ton, smelter-smelter mendongkrak produksi Alumina menjadi 2 juta Ton untuk menghasilkan 1 juta Ton Aluminium. Tetapi 45 juta Ton kemampuan suplai Bauksit nasional pada tahun 2013 benar-benar sudah menjadi kenangan. Banyak perusahaan tambang Bauksit pailit, kredit macet dan puluhan Juta Ton Baja dari alat-alat berat pertambangan mangkrak. Sementara itu, Alumina dan Aluminium tetap tak bisa dieksport karena hanya cukup untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri. Belum lagi, ada kewajiban atas mitra dagang asing selaku sesama pemilik modal untuk juga mengirim Aluminium hasil produksi smelter Indonesia pada group usaha mereka di luar negeri.

¤

Tahun 2019

¤

Bauksit mulai dikonsumsi sebesar 6 s.d. 7 Juta Ton guna menghasilkan Alumina 3 Juta Ton atau setara 1,5 Juta Ton Aluminium. Penambahan kapasitas smelter Alumina menyedot modal dan laba pemilik usaha Bauksit lokal. Investor asing baru masih belum tertarik menambah setoran modal karena suplai Bauksit yang besar tidak dibarengi kemampuan smelter memproduksi Alumina yang setara. Akibatnya bagi investor asing, angka pencapaian BEP (Pengembalian modal) dalam bilangan puluhan Trilyun Rupiah berjalan begitu lambat.

¤

Tahun 2020

¤

Kemampuan smelter Alumina nasional menyerap Bauksit telah berkisar 8 s.d. 10 Juta Ton. Industri telah mampu menghasilkan 4 Juta Ton Alumina atau 2 Juta Ton Aluminium. Namun, Alumina tetap tak bisa dieksport karena habis dikonsumsi smelter pencetak Aluminium dalam negeri. Sedangkan sumber daya pertambangan Bauksit yang berkisar 3 Milyar Ton ditambah cadangan 1,5 Milyar Ton akan tetap terkubur dan baru akan habis sekitar tahun 2300 sesuai dengan grafik kemampuan peningkatan kapasitas produksi Aluminium nasional dari tahun ke tahun. Pengembangan industri mutakhir paduan Aluminium tersendat karena pemanfaatan Bauksit yang berjalan lambat mengikuti perkembangan kapasitas smelter.

¤

Tahun 2021

¤

Akhir dari kepemilikan lokal atas industri Bauksit nasional. Persaingan dagang antar pelaku industri Bauksit dimenangkan investor asing. Mereka berhasil menguasai saham mayoritas kepemilikan atas smelter-smelter Alumina dengan harga murah karena pemain lokal terjerat kewajiban membayar hutang. Hal ini terjadi karena modal pengusaha lokal terus tergerus demi untuk meningkatkan kapasitas produksi smelter Alumina. Sementara, akibat dari tidak dibukanya kran eksport Bauksit yang sebenarnya melimpah, tidak tercipta pendapatan tambahan! Perlu diingat, kekuatan finansial adalah salah satu syarat guna memperkuat basis dasar keunggulan industri dan untuk menjamin ketersediaan dana Riset yang berkelanjutan!

¤

Mengapa prediksi ini bisa menjadi kenyataan?

¤

  • 1. Kran eksport Bauksit ditutup sama sekali. Padahal untuk menjadi penghasil Bauksit nomor wahid dunia, Indonesia perlu kerja keras belasan tahun. Tapi kini, banyak industri Bauksit yang tidak mampu lagi membayar kewajiban cicilan dan pokok hutang akibat tidak adanya pendapatan hasil usaha. Selanjutnya, pelaku industri Bauksit lokal tidak lagi memiliki daya saing.

¤

  • 2. Persaingan industri berbahan dasar Bauksit semakin sengit sejak diberlakukannya Pasar Bebas Asean. Ongkos produksi Bauksit, Alumina dan Aluminium Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan dengan biaya di negara lain. Ini berkaitan dengan budaya korupsi, birokrasi yang lamban, prasarana dan sarana yang tidak memadai, logistik yang lambat namun berbiaya tinggi dan tingginya tingkat suku bunga pinjaman, belum lagi kebijakan yang kerap bergonta-ganti sesuai selera Penguasa.

¤

  • 3. Persaingan industri Bauksit, Alumina & Aluminium akan segera berubah menjadi perang dagang pada tahun-tahun mendatang. Saat Bauksit Indonesia dilarang eksport (12/1/14), negara industri besar telah mulai mencermati langkah Indonesia itu dan siap melakukan antisipasi, sebab SDA berikut Cadangan Bauksit Indonesia yang bermilyar Ton tidak bisa dipandang sebelah mata. Maksud Indonesia untuk tidak lagi menjadi negara pengeksport bahan mentah tetapi beralih menjadi pensuplai produksi akhir Aluminium tidaklah akan semudah yang sebagaimana bisa dibaca dalam proposal rapi tersusun. Munculnya Indonesia ke pentas permainan Aluminium dunia tentulah akan sangat mengusik negara-negara industri besar yang sudah berada dalam posisi nyaman. Bila perlu, langkah Indonesia akan dihadapi dengan perang dagang. Negara industri besar akan mengeluarkan Aluminium cadangannya dengan tanpa harus membahayakan kekuatan capitalnya yang memang sudah dibangun tahap demi tahap. Begitu Indonesia berhasil mengeksport 1 Juta Ton Aluminium ke pasar dunia, detik itu juga akan dihadapi dengan kondisi over suplai. Harga Aluminium terjun bebas! Sementara, modal terbatas pemain lokal tidak bisa bertahan dalam hitungan perang dagang yang berjalan tahunan. Kondisi frustasi, akan memaksa pemain lokal menyerahkan mayoritas sahamnya kepada pemain asing yang memang sudah kawakan di industri ini.

¤

  • 4. Industri Baja Nasional belum sekuat industri Baja China, India dan Barat (catatan : Arcelor Mittal memiliki lebih dari 640 Hak Paten jenis Baja). Mereka telah melakukan penelitian hingga Nanopartikel teknologi pada industri logam. Menurut Pakar Metalurgi Senior dari Universitas Trisakti yang juga Pendiri Jurusan Metalurgi Universitas Indonesia, Rosfian A Dahar, industri Baja terpadu merupakan tulang punggung dan kunci kokohnya perindustrian suatu negara. Pengolahan mineral apapun mustahil tanpa adanya penggunaan komponen Baja. Industri Baja yang kuat akan menjamin lancarnya pasokan peralatan industri lainnya, termasuk industri Aluminium.

¤

  • 5. Tidak adanya titik temu antara Pemerintah dengan Pengusaha industri Bauksit lokal. Pemerintah menaruh curiga, bisa saja Pengusaha Bauksit hanya mengincar keuntungan besar semata tanpa melakukan pengembangan teknologi pengolahan Aluminium bila eksport Bauksit kembali diperbolehkan. Sebaliknya, Pengusaha Bauksit lokal juga sama menaruh curiga. Jangan-jangan Pemerintah main mata, guna mendapatkan pendanaan Politik, dari pemain Bauksit Internasional dengan cara meningkatkan porsi suplai Bauksit mereka dipasar dunia selepas pemain lokal diberangus izin eksportnya.

¤

  • 6.Tidak adanya perencanaan Road Map yang handal dan matang, mau dikemanakan kapasitas produksi Bauksit Indonesia tahun 2013? Sementara puluhan Ribu Ton alat-alat berat pertambangan Bauksit telah dibeli Pengusaha lokal dengan meninggalkan hutang dan beban bunga. Mau dikemanakan produksi Alumina yang dihasilkan nanti? Sedangkan lebih murah mengimport Alumina daripada membeli produksi dalam negeri yang untuk ongkos produksinya saja sudah diatas harga jual negara lain.

¤

  • 7. Negara-negara penghasil Bauksit lain juga melakukan langkah yang sama, melarang keluarnya Bauksit mentah. Tetapi, mereka melakukannya dengan bertahap dan sangat hati-hati, kasus per kasus! Mereka tidak ingin posisinya sebagai pengeksport Bauksit tergeser sementara mereka sedang membangun smelter besar-besaran. Pemain Bauksit di luar sana bisa bernapas lega pasalnya mereka bukan hanya berhasil mempertahankan posisinya tetapi juga sudah berhasil naik peringkat pasca indonesia menghilang dari pasar. Sebaliknya, Pemain Bauksit lokal kembang kempis, ada kewajiban membangun smelter tetapi tidak ada pemasukan sepeserpun dari penjualan Bauksit. Belum lagi tagihan demi tagihan datang menumpuk pasca pembelian alat-alat berat pertambangan.

¤

  • 8. Bukan hanya Indonesia saja yang sedang bergiat membangun Smelter Alumina. Perlombaan membangun smelter Alumina di banyak negara penghasil Bauksit menyebabkan Alumina dunia akan over suplai beberapa tahun ke depan. Jutaan Ton Alumina tidak terserap oleh kapasitas smelter penghasil Aluminium yang ada. Akibatnya, harga Alumina akan terjun bebas. Perlu diperhatikan, perkembangan Smelter untuk menghasilkan Aluminium di seluruh dunia tidak secepat pertumbuhan smelter penghasil Alumina dikarenakan beberapa negara memiliki kebijakan yang sama, tidak boleh menjual Bauksit tetapi boleh menjual Alumina, tidak perlu sampai mengolahnya menjadi Aluminium.

¤

Apa yang harus dilakukan agar sumber daya Bauksit tidak jatuh ketangan asing?

¤

  1. Berikan insentif Tax Holiday atas barang-barang import guna pengembangan industri Alumina kepada Penambang Bauksit yang membangun pabrik smelter.
  2. Batasi pendirian smelter agar tidak tercipta over suplai Alumina di pasaran internasional dan sekaligus tetapkan target produksi maksimal 20 juta Ton Alumina atau 10 juta Ton Aluminium/tahun.
  3. Buka kembali eksport Bauksit dengan kuota 40 juta Ton/tahun sampai beberapa tahun kedepan hingga semua hasil kuota Bauksit mampu diserap oleh smelter Alumina dalam negeri.
  4. Kran eksport hanya boleh melalui Eksportir yang membangun dan mengembangkan smelter. Industri Bauksit lain dapat menjual ke Pelaku industri yang mengembangkan smelter di dalam negeri untuk kemudian diteruskan menjadi komoditas eksport.
  5. Terapkan pengawasan ketat program pembangunan smelter. Laba eksport Bauksit hanya boleh dipakai untuk investasi pengembangan smelter di dalam negeri. Bila Eksportir Bauksit berani melarikan laba ke luar negeri hasil dari eksport Bauksit, kenakan UU TPPU (Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang). UU TPPU tidak berlaku untuk pembelian perangkat smelter dari luar negeri.
  6. Lakukan kebijakan yang memaksa terjadinya alih tehknologi dan permudah investasi industri logam mutakhir untuk pecampuran Aluminium dan juga penemuan-penemuan baru di bidang industri Aluminium.
  7. Dorong industri Baja nasional untuk dapat menjadi tulang punggung yang kokoh bagi penguatan industri mineral logam lainnya.
  8. Turunkan tingkat suku bunga Perbankan khusus bagi industri yang mengembangkan smelter.

----OOO----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun